Pengantar
Bayak
orang memandang suara hati sebagai penghalang kehendak menusia untuk melakukan
apa yang mereka ingini. Manusia merasa tidak nyaman dengan suara hati yang
selalu mendesak mereka untuk melakukan yang baik dan meninggalkan sesuatu yang
jahat, meski tidak dingini. Untuk itu suara hati harus mereka tekan dan
abaikan.[1]
Suara hati sering berbicara pada
saat-saat yang tidak diingini manusia, di mana manusia sudah membuat suatu
rencana, tetapi suara hati tidak setuju dan memaksa manusia untuk berbuat yang
lain. Oleh karena itu, kebanyakan manusia ingin lepas dan bebas dari desakan
suara hati. Padahal, bagi manusia sendiri, suara hati dapat menjadi satu sumber
yang paling berharga sebagai pedoman dalam setiap situasi dalam hidup manusia.
Suara hati dapat dijadikan pedoman yang paling baik dan terpercaya setelah
Kitab Suci, karena Allah memberi petunjuk-Nya juga dalam hati nurani atau dalam
sanubari terdalam dari setiap manusia.[2]
Pengertian Suara Hati
Bagi orang yang sudah terbiasa
menggunakan suara hati atau setidaknya sudah sering dengan hal-hal perbuatan
baik, suara hati tidak akan mendesak mereka atau membayang-bayangi mereka dalam
setiap tingkah laku mereka. Tetapi, jika seseorang melakukan satu tindakan yang
bertentangan dengan suara hati, dia tidak akan merasa tenang dan nyaman dengan
dirinya sendiri. Hati dan perasaannya akan terus-menerus merasa terbebani oleh
rasa besalah. Suara hati akan mendesaknya untuk memperbaiki sikap dan
tindakanya yang menyimpang itu, yakni meminta maaf kepada sesama dan Tuhan
sendiri. Setelah meminta maaf barulah perasaannya akan pulih kembali dalam
ketenangan .[3]
Mengapa suara hati selalu mendesak
manusia untuk berbuat baik? Hal ini terjadi karena suara hati adalah hukum yang
tertanam dalah hati nurani manusia sendiri. Suara hati selalu meyerukan
kebenaran dan mendesak untuk mencintai kebaikan. Itulah hukum dalam diri dan
hati manusia yang ditulis oleh Allah sendiri. Dari hukum itulah martabat
manusia dinilai, yakni dari setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan hukum
yang ada dalam dirinya itu, yakni suara hatinya.[4]
Fungsi Suara Hati
Seluruh reaksi suara hati akan bertindak
sesuai fungsinya dipengaruhi juga oleh latarbelakang peribadi setiap manusia.
Orang Kristen khususnya tergantung oleh kematangan dalam berpikir dan beriman.
Hal ini didasari oleh Kitab Suci sendiri. Jika seseorang sudah mengerti dan
pemahaman Kitab Suci serta hal itu sudah ditanamkan di dalam dirinya, maka
suara hati itu akan lebih baik mempengaruhi tindakan setiap manusia itu.
Kehendak Allah akan selalu mengambil bagian dalam setiap tindakan manusia
tersebut melalui suara hatinya.[5]
Jika manusia tidak bertindak sesuai
dengan kehendak Allah meski disaat yang kurang disadarinya sekalipun,
setidaknya dia akan disadarkan oleh desakan suara hatinya. Dalam suara hati
itulah Allah sudah bertindak dan ambil bagian dalam tingkah lakunya. Dengan
demikian, melalui suara hati Allah senantiasa menuntun langkah hidup manusia.[6]
Suara hati membisikkan kehendak
Allah dalam diri manusia karena suara hati merupakan Taurat dalam dirinya
sendiri. Taurat yang tertulis dalah hati manusia itu akan menjadi kesaksian
bagi manusia atas kesetiaan dan ketidaksetiaannya kepada Allah, karena orang
yang setia mengikuti bimbingan suara hatinya adalah orang yang setia pada
Allah, dan yang menekan suara hatinya adalah orang yang mengabaikan kehendalak
Allah. Suara hati adalah saksi bagi manusia atas kesetiaanya kepada Allah.
Manusia tidak bisa menutupi tingkah lakunya dari suara hatinya.[7]
Refleksi Singkat
Saya sebagai seorang religius yang
sedang menjalani studi, bersyukur atas mata kuliah Moral Fundamental. Secara
khusus setelah mempelajari tentang Suara Hati. Dengan mengetahui arti dan
fungsi dari suara hati ini, saya merasa sudah berada dalam pengertian yang
salah selama ini. Saya mengetahui bahwa suara hati dapat menjadi pedoman bagi
manusia, tetapi hanya dalam situasi yang mendesak. Ketika ada pilihan yang
membingungkan, disitulah suara hati berperan memberi keputusan. Pada saat kita
masih memiliki teman yang bisa diajak untuk berbagi, kita tidak perlu mendengar
suara hati. Inilah yang saya mengerti selama ini.
Setelah mempelajari Suara Hati dalam
perkuliahan ini, saya menjadi lebih paham tentang arti dan fungsi dari suara
hati itu. Ternyata bukan hanya mengambil keputusan disaat yang membingungkan
fungsi dari suara hati. Tetapi lebih dari itu, ternyat Allah sendiri berperan di
dalammya. Suara hati dapat mengarahkan setiap saat tindakan saya sesuai dengan
kehendak Allah. Disaat mendengar suara hati saya dapat mengetahui apakah
rencana dan tindakan saya baik atau tidak baik. Suara hati sendiri dapat
menilainya. Tetapi ini tidak saya mengerti selama ini. Hal inilah yang membuat
saya sadar bahwa selama ini saya sudah berada dalam pengertian yang salah
mengenai suara hati. Dari pengalaman saya pribadi, suara hati sangat jarang
saya dengarkan sebagai hukum dan pedoman dalam diri saya.
Daftar Pustaka
White, Jerry.
Kejujuran, Moral, dan Suara Hati, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1987.
Katekismus
Gereja Katolik
Paulus II,
Yohanes. Veritatis Splendor (Cahaya
Kebenaran), Ensiklik Kepada Semua Uskup Geeja Katolik, Jakarta:Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 1994.
[1]
Jerry White, Kejujuran, Moral, dan Suara
Hati, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 8.
[2]
Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm.
8.
[3]
Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm.
9-10.
[4]
Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor (Cahaya
Kebenaran), Ensiklik Kepada Semua Uskup Geeja Katolik, (Jakarta:Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1994), hlm115-116; bdk. Katekismus Gereja Katolik, no. 1777 dan 1778.
[5]
Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm.
10.
[6]
Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm.
11.
[7] Yohanes
Paulus II, Veritatis Splendor…, hlm.
118-119.