Plato
a. Riwayat Hidup
Plato
lahir di Athena pada tahun 428/7. Plato dididik dalam rumah Pyrilampes, seorang
politikus yang termasuk kalangan Perikles. Plato diperkirakan sudah mengenal
Sokarates sejak ia masih anak-anak.
Sebenarnya Plato mencita-citakan diri menjadi
seorang politikus. Namun, cita-citanya itu padam ketika melihat temannya harus
mati, yaitu Sokrates karena tuduhan jahat para pemimpin pilitik Athena. Dari
kejadian ini, ia berpendapat bahwa rezim politik tidak beres. Ia berpendapat
bahwa satu-satunya yang dapat dipercaya untuk memegang pemerintahan adalah
filsuf-filsuf sejati. Hal inilah yang akhirnya melatarbelakangi kehidupah Plato
dalam hidupnya selanjutnya.
b. Akademia dan Sisilia
Setelah pulang dari Italia Plato
mendirikan sekolah yang diberi nama Akademia. Sekolah ini didirikan berdasarkan
cita-citanya yang ingin mendidik kaum muda dalam bidang fisafat dan ilmu
pengetahuan untuk menjadi pemimpin-pemimpin politik nantinya.
Plato tidak hanya meberi
perhatiannya pada persoalan-persoalan etis, namun juga memberi perhatiannya
ilmu pengetahuan terutama matematika atau ilmu pasti. Menurut cerita, pintu
masuk akademian ada tulisan: “Yang belum mempelajari matematika, jangan masuk
di sini.” Di Akademia, semua ilmu yang dipraktekkan di Yunani dipelajari atas nama “filsafat”. Plato mengepalai Akademia
selama empat puluh tahun sampai akhir hidupnya pada tahun 348/7.
2. Karya-karya
a. Otentisitas
Menurut Thrasylos dan Derkylides
ada 36 karya Plato. Dari 36 karyanya ini ada enam dialog yang dianggap tidak
otentik: Alkibiadês II, Hipparkhos,
Erastai, Theagês, Kliptophô, dan Minos. Semua karya ini tidak begitu
panjang dan tidak penting untuk filsafat, karena meskipun hal itu dibuktikan bahwa tidak otentik karya dari
Plato tidak akan berpengaruh banyak bagi pandangan kita terhadap Plato sebagai
sastrawan dan filsuf.
b. Kronologi
Mengetahui urutan karya-kaya Plato yang
otentik sangat penting untuk mengetahui perkembangan pikirannya. Plato berkarya
sebagai sastrawan kira-kira selama 50 tahun. Diandaikan bahwa apologianya ditulis
tidak lama sesudah kematian Sokrates tahun 399 yang oleh pengadilan dijatuhi
hukuman mati.
3. Beberapa sifat khusus filsafat Plato
a. Bersifat “Sokratik”
Sebuah tradisi menceritakan bahwa
sesudah Plato mengenal Sokrates, Plato berbalik dari kesusastraan dan
mencurahkan seluruh tenaganya kepada filsafat. Bagi Plato, Sokrates adalah orang
yang paling baik, paling bijaksana, paling jujur, dan paling adil pada seluruh
zamannya. Dalam karya-karyanya pun, Sokrates diberi tempat yang sentral. Plato
dalam karyanya tidak ada maksud lain selain membangun monumen untuk menghormati
gurunya, yaitu Sokrates. Boleh dinganggap bahwa seluruh filsafat Plato adalah
refleksi dari peristiwa menyedihkan atas penghukuman dan kematian Sokrates.
b. Filsafat sebagai dialog
Plato adalah filsuf pertama yang
dalam sejarah yang memilih dialog sebagai bentuk sastra untuk mengungkapkan
pikiran-pikirtannya. Tidak ada filsuf lain yang mengungkapkan kesatuan begitu
sempurna antara dialog sebagai bentuk sastra dan pemikiran yang diucapkan
dengannya.
Plato memilih dialog sebagai
bentuk sastra untuk meneruskan keaktifan Sokrates dengan mengarang dialog-dialog
seperti gurunya yang telah mengadakan percakapan-percakapan. Tidak ada bentuk
sastra lain yang lebih cocok untuk menghormati gurunya itu selain dialog.
Alasan lain mengapa Plato memilih
dialog sebagai bentuk sastra, karena ia yakin bahwa filsafat pada intinya tidak
lain dari pada suatu dialog. Berfilsafat berarti mncari kebijaksanaan dan
kebenaran, dan sebaiknya untuk mendapatkan kebenaran itu harus dilakukan
bersama-sama dalam suatu dialog. Karena Plato mengarang filasafatnya berupa
dialog, maka tidak mengherankan bahwa uraian pemikirannya kurang bersifat
sistematis.
c. Peranan mitos dalam dialog-dialog Plato
Pada Plato pun terdapat pandangan
yang tampak dalam seluruh filsuf Yunani, yaitu mengutamakan rasio sambil
menolak mitologi kuno. Plato berpendapat bahwa mitos tidak bertentangn mutlak
dengan rasio. Mitos juga mempunyai unsur kebenaran yang dapat dipergunakan
dalam uraian filosofis.
d. Ajaran Lisan
Plato tidak memberi kulih-kuliah
sistematis, tetapi menyelenggarakan diskusi-diskusi yang sebagian dipimpin
olehnya dan asistennya. Metode mengajar seperti ini lebih cocok menurut Plato
mengenai filsafat sebagai dialog. Plato mempunyai agrapha dogmata yang berarti pendirian-pendirian yang tidak
tertulis. Aristoteles dan murid-murid Plato juga mendengar tentang
pendirian-pendirian ini, tetapi sangat sulit untuk menafsirkannya. Yang pasti
Plato dalam agrapha dogmata menganggap Ide-ide sebagai
bilangan-bilangan.
4. Ajaran tentang Ide-ide
Ajaran tentang Ide- ide merupakan
inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato. Plato mempunyai maksud lain tentang
Ide dengan apa yang dimaksudkan orang modern. Bagi Plato Ide merupakan suatu
yang objektif. Ide-ide tidak diciptakan oleh pemikiran kita, sebaliknya pikiran
kita tergantung pada Ide-ide. Ide itu berdiri sendiri, karenanya pemikiran kita
dimungkinkan. Pemikiran menaruh perhatian pada Ide-ide.
a. Adanya Ide-ide
Untuk
memahami alasan Plato tentang Ide-ide yang berdiri sendiri, pertama-tama kita
harus ingat akan keaktifan filosofis Sokrates yang mencari definisi-definisi. Ia
tidak puas dengan menyebut satu demi satu perbuatan-perbuatan yang adil dan
tindakan-tindakan yang berani. Ia mau menyatakan apa itu keadalian dan keberanian
itu sendiri. Palto meneruskan usaha Sokrates itu lebih jauh lagi. Menurut Plato
esensi itu mempunyai realitas. Ide keadilan, keberanian dan Ide lain memang
ada.
Cara lain untuk mengerti asal-usul
ajaran Plato mengenai Ide-ide ialah ilmu pasti, yang ia utamakan dalam
Akademia. Ilmu pasti tidak membicarakan tantang gambar-gambar yang konkret, melainkan
mengenai yang ideal. Dari kesimpulan Plato segitiga itu mempunyai realitas juga
meskipun juga tidak dapat ditangkap dengan panca indra.
b. Dua Dunia
Menurut Plato realitas seluruhnya
seakan-akan terdiri dari dua “dunia”. Satu dunia mencakup benda-benda jasmani
yang disajikan pada panca indra yang semuanya tetap dalam perubahan. Ini
merupakan dunia indrawi yang ditandai dengan pluralitas. Di sisi lain ada dunia
ideal yang terdiri atas Ide-ide yang di dalamnya sama sekali tidak ada
perubahan. Semua Ide bersifat abadi, tak terubahkan dan sempurna. Ide-ide sama sekali tidak dipengaruhi oleh
benda-benda jasmani. Hubungan antara
Ide-ide dan realitas jasmani bersifat demikaian rupa sehingga benda-benda
jasmani tidak berada tanpa pendasaran oleh Ide-ide. Plato mengungkapkan hubungan itu dengan tiga cara:
·
Ide itu hadir dalam benda-benda konkrit. Tapi,
dengan itu tidak sedikit pun dari dari Ide itu dikurangi.
·
Benda konkrit mengambil bagian dalam Ide. Dengan
demikian Plato mengenalkan paham “Partisipasi”(metexis) kedalam filsafat. Tiap-tiap benda jasmani mengambil
bagian dalam satu Ide atau lebih.
·
Ide merupakan model (paradeigma) bagi benda-benda konkrit.
c. Dua Jenis Pengenalan
Menurut Plato ada dua jenis
pengenalan. Pertama adalah pengenlan tentang Ide-ide, yang menurut dia adalah
pengenlan yang sebenarnya yang diberi nama dengan epistêmê (pengetahuan). Pengenalan ini mempunyai sifat yang sama
seperti objek yang dituju olehnya: tegas, jelas, dan tak terubahkan. Alat untuk
mencapai pengenalan ini adalah rasio. Kedua adalah pengenlan tentang
benda-benda jasmani yang mepunyai sifat-sifat yang sama dengan objeknya: tidak
tetap dan selalu berubah. Pengenlan ini tidak memberikan kepastian, yang oleh
Plato dinamakan doxa (pendapat/opini).
d. Memperdamaikan Herakleitos dengan
Parmenides
Dengan
keterangan tadi Plato berhasil memecahkan suatu persoalan yang besar sekali dalam
filsafat pra-sokratik, yaitu pertentangan antara Herakleitos dengan Parmenides.
Menurut Herakleitos semuanya senantiasa dalam keadaan perubahan, tidak ada yang
tetap atau mantap. Pendapat ini diteruskan oleh Kratylos lebih jauh lagi yang
berpendapat bahwa tidak mungkin ada pengenalan karena perubahan tidak
henti-hentinya. Menurut Plato pendapat mereka berdua memang benar, tapi hanya
berlaku bagi dunia indrawi saja. Pendapat Parmenides benar juga, tapi berlaku
hanya pada dunia Ide-ide. Di dunia ini tidak ada perubahan, karena Ide-ide
bersifat abadi.
e. Ide-ide mana harus diterima?
Plato
menerima Ide-ide etis dan matematis. Tapi dalam karya-karyanya, Plato bergumul
apakah ada Ide-ide untuk benda-benda lain, khususnya untuk benda yang disajikan
pada pengenlan indrawi. Rupanya Plato tidak dapat memecahkan persoalan ini.
Faktor penentu ialah bahwa Ide-ide memang ada. Dengan itu filsafat Plato
mendapat fundamennya.
f. Hierarki antara Ide-ide
.Dalam
dunia Ide hanya ada satu Ide tentang”yang bagus”, satu Ide “keadilan”, dan lain
sebagainya. Namun, dalam dunia Ide sendiri pluralitas tidak teratasi. Banyak
Ide yang tidak terlepas satu dari yang lain. Dari itu Plato menamakan hubungan
itu dengan “persekutuan” (koinônia)
yang ia jelaskan dalam doalog-dialognya tentang kesatuan antara banyak Ide.
g. Mitos tentang gua
Sebenarnya
cerita Plato tentang orang tahanan hanya ingin mengambarkan orang-orang yang
selalu menerima pengalaman spontan begitu saja. Tetapi, ada beberapa orang yang
memperkirakan bahwa realitas indrawi hanya bayang-bayang saja, mereka itulah
filsuf. Pada awalnya mereka merasa heran, tetapi perlahan-lahan mereka menemukan
Ide “yang Baik” sebagai realitas tertinggi. Untuk mencapai kebenaran, yang
perlu ialah suatu pendidikan. Harus ada suatu usaha yang diadakan untuk
melepaskan diri dari pancaindra yang menyesatkan.
5. Ajaran tentang Jiwa
Plato juga memandang manusia
sebagai mahluk terpenting dari segala mahluk yang ada di dunia. Plato pun
menganggap bahwa jiwa adalah pusat dari kepribadian manusia. Mengenai ajarannya
tetang jiwa, Plato tidak hanya dipengaruhi Sokrates, tetapi juga oleh Orfisme
dan Mazhab Pythagorean. Plato menciptakan suatu ajaran tentang jiwa yang
berhubungan erat dengan pendiriannya tentang Ide-ide.
a. Kebakaan jiwa
Palto
yakin bahwa jiwa manusia bersifat baka. Keyakinan ini bersangkut paut dengan
ajaranya tentang Ide-ide. Salah satu argumennya yang penting adalah kesamaan
yang terdapat antara jiwa dan Ide-ide. Plato mengikuti prinsip dalam filsafat
Yunani sejak Empedokles yaitu, “yang sama mengenal yang sama”. Dari ini
nyatalah bahwa jiwalah yang mengenal Ide-ide, bukan badan. Jiwa pun mempunyai
sifat yang terdapat pada Ide-ide, yaitu abadi dan tak terubahkan.
b. Mengenal sama dengan mengingat
Bagi Plato jiwa itu tidak saja
bersifat baka, tapi juga bersifat kekal karena sudah ada sebelum hidup di
dunia. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami suatu pra-eksistensi
dimana ia memandang Ide-ide. Bila manusia lahir di bumi ini pengetahuan tentang
Ide-ide itu sudah kabur. Tetapi pengetahuan itu tetap tinggal dalam jiwa dan dapat
diingatkan kembali. Dengan teorinya ini, Plato juga dapat memperdamaikan
pengenalan indrawi dengan pengenalan budi. Pengenalan indrawi dapat merintis
jalan bagi pengenalan budi.
c. “Bagian-bagian” Jiwa
Dalam
Politeia dapat kita baca bahwa jiwa
terdiri dari tiga “bagian”. Kata “bagian” disini diartikan dengan fungsi.
Bagian pertama ialah “bagian rasional” (to
logistikon). Bagian yang kedua ialah “bagian keberanian” (to thymoeides), dan yang ketiga ialah
“bagian keinginan” (to epithymêtikon).
Plato menghubungkan ketiga bagian
dengan masing-masing keutamaan. “Bagian keinginan” mempunyai pengendalian diri (sôphrosynê). “Bagian keberanian”
mempunyai keutamaan kegagahan (andreia).
Dan “bagian rasional” dengan keutamaan kebijaksanaan (phronêsis atau sophia).
Di samping itu ada lagi keadilan (dikaiosynê)
yang tugasnya menjamin keseimbangan dari ketiga bagian jiwa. Dalam Timaios Plato juga mengantakan bahwa “bagian
rasional” bersifat baka.
d. Dualisme
Ajaran Plato tentang manusia dalam
sejarah filsafat dinamakan “dualisme”. Istilah ini berimaksud bahwa Palto tidak
berhasil menerangkan manusia sebagai kesatuan yang sungguh-sungguh. Menurut
Plato jiwa dan tubuh tidak merupakan kesatuan. Plato mengambil alih perkataan
yang depakai dalam Mazhab Pythagorean bahwa tubuh adalah kubur bagi jiwa (sôma sêma) dan bahwa jiwa berada dalam
tubuh bagaikan dalam penjara.
e. Jiwa dunia
Plato membandingkan jagat raya
sebagai makrokosmos dengan manusia sebagai mikrokosmos. Plato mengambil satu
prinsip Yunani sejak Anaximenes. Seperti manusia terdiri dari tubuh dan jiwa,
demikian juga dunia merupakan suatu mahluk yang terdiri dari tubuh dan jiwa.
Tubuh dan jiwa diciptakan oleh “Sang Tukang” (Dêmiorgos). Jiwa dunia diciptakan sebelun jiwa manusia.
6. Ajaran tentang Negara
Filsafat Plato memuncak dalam uraian-uraiannya
mengenai negara yang dilatarbelakangi pengalaman pahitnya mengenai politik
Athena. Seluruh keaktifan Plato mesti dianggap sebagai usaha untuk memperbaiki
keadaan negara.
Menurut Plato ada hubungan erat
antara ajaranya di bidang etika dengan teorinya tentang negara.. Bagi Plato
tujauan manusia adalah eudaimonia
atau hidup yang baik. Plato tetap memihak pada cita-cita Yunani yang tua, yakni
hidup sebagai manusia serentak juga hidup di polis. Ia menolak pendapat kaum modern yang terdapat pada kaum
Sofis, bahwa negara beralaskan nomos
( adat kebiasaan) dan bukan physis
(kodrat). Plato tidak ragu-ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut
kodratnya merupakan mahluk sosial.
a. Politeia
Politeia terdiri dari sepuluh buku
atau bagian. tema yang diselidiki di dalamnya ialah keadilan.
- Dasar ekonomis
Menurut Plato alasan yang mengakibatkan
menusia hidup dalam polis bersifat
ekonomis. Manusia membutuhlan sesamanya. Apalagi manusia tidak memiliki semua
bakat yang sama. Karena itu, perlulah suatu “spesialisasi” dalam bidang pekerjaan.
- Para penjaga
Karena pendapat Plato mengenai “spesialis”
dalam bidang pekerjaan, Plato berpendirian juga bahwa hanya segolongan orang
saja yang ditugaskan untuk melakukan perang, yang disebut “penjaga-penjaga” (phylakes). Pendapat Plato mengenai
tentara yang “profesianal” ini merupakan hal yang baru bagi masyarakat Yunani.
- Tiga golongan
Menurut Plato negara yang ideal terdiri dari
tiga golongan. Golongan pertama ialah penjaga-penjaga yang sebenarnya atau para filsuf, karena merekalah yang mengerti
mengenai “yang Baik”. Golongan yang kedua ialah para pembantu atau para
prajurit. Tugas mereka ialah menjamin keamanan dan menjaga supaya warga tetap
tunduk kepada para filsuf. Golongan yang ketiga terdiri dari para petani dan
para tukang yang menanggung kehidupan ekonomis bagi seluruh polis.
- “Komunisme” dan “perkawinan”
Karena para penjaga dan para pembantu memaikan
peran yang sangat penting dalam negara ideal, tentunya ada bahaya mereka
menyalahgunakan status mereka. Dari itu Plato menegaskan bahwa mereka tidak
boleh mempunyai uang, keluarga, dan milik pribadi. Demikianlah para penjaga dan
para pembantu akan hidup menurut prinsip “komunistis”.
b. Politikos
Politikos (Negarawan) adalah definisi tentang keahlian seorang
negarawan. Tugas seorang ngarawan menciptakan keselarasan antara semua keahlian
lain dalam negara, sehingga semuanya harmonis. Keahlian negarawan tidak
merupakan salah satu keahlian di antara keahlian-keahlian lain, tapi keahlian
mengatur keahlian-keahlian lain.
Politikos berpendapat negara yang baik membuat undang-undang sejauh
dirasakan perlu secara konkrit. Menurut Plato negara yang memiliki
undang-undang dasar, bentuk negara yang paling baik adalah monarki, bentuk
negara yang kurang baik adalah aristokrasi dan bentuk negara yang buruk adalah
demokrasi. Tetapi, jika tidak ada undang-undang dasar haruslah sebaliknya.
c. Nomoi
Nomoi (Undang-undang) sebetulnya melanjutkan apa yang dikatakan
oleh Politikos. Nomoi memberikan undang-undang dasar yang dapat diterima oleh Polis Yunani sekitar abad ke-4. Plato
menekankan susunan negara harus memperhatikan keadaan setempat, ekonomis, dan
geografis. Bentuk negara yang ditawarkan dalam Nomoi adalah campuran antara demokrasi dan monarki.
Nomoi mengusulkan suatu sistem pemerintahan di mana semua petugas
dipilih oleh rakyat, tapi ditambah syarat yang dipilih hanya yang cakap.
Jabatan terpenting dalam pemerintahan adalah menteri pendidikan, karena
pendidikan anak adalah tugas yang mempunyai prioritas dalam negara. Juga
dikatakan bahwa anak perempuan akan mendapat pendidikan yang sama dengan
laki-laki agar dapat memenuhi tugas yang sama.
7. Akademia sesudah Plato meninggal
Meskipun murid
Plato yang terbesar, yaitu Aristoteles tidak mengikuti jejak Plato, namun
riwayat Akademia tidak berakhir pada saat kematiannya. Akademia masih terus
hidup selama delapan abad. Baru pada abad ke-6 katika kaisar kristen
Justinianus menutup semua sekolah filsafat kafir di Athena, Akademia juga ikut
ditutup.
Perkembangan Akademia sesudah
kematian Plato terbagi atas tiga priode, yaitu Akademia Tua, Akademia Menengah,
dan Akademia Muda. Di sini diberi beberapa catatan tentang Akademia Tua saja.
Meskipun para anggota Akademia Tua menulis banyak, namun tidak ada karya yang
disimpan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mereka semua memperhatikan
persoalan yang timbul oleh ajaran Plato mengenai Ide-ide. Sebagai mana Akademia
ketika Plato masih hidup, mereka pun mengutamakan ilmu-ilmu lain daripada
filsafat dalam arti yang sebenarnya, terutama ilmu pasti dan astronomi.
Dari anggota Akademia Tua dapat
disebut nama-nama berikut:
- Speusippos dari Athena, menggantikan Plato pamannya sebagai pemimpin Akademia. Ia juga menemani perjalanan Plato yang terakhir ke Syrakusa.
- Xenokrates dari Khalkedon, dialah yang membagi filsafat atas dialektika, fisika, dan etika.
- Herakleides dari Herakleia yang juga murud Plato. Ia mempunyai jasa besar dalam bidang astronomi.
- Philippus dari Opus. Dalam tradisi Yunani ia mempersiapkan manuskrip Nomoi sesudah Plato meninggal. Ada kesaksian juga bahwa ia menulis Epinomis, suatu dialog Plato yang otentik
Aristoteles
1. Riwayat hidup
Aristoteles lahir pada tahun 384
SM di Stageira, Yunani Utara. Pada umur 17 atau 18 tahun ia dikirim ke Akademia
Plato. Di Akademia ia menerbitkan beberapa karyanya dan mengajar logika dan
retorika. Setelah kematian Plato ia meninggalkan Athena dan kembali setelah
Alexander Agung menjadi raja.
Aristoteles tidak kembali ke
Akademia, tetapi ia ia mendirikan sekolah yang diberi nama Lykeion karena tempatnya dekat dengan halaman yang dipersembahkan
kepada dewa Apollo Lykeios. Di sana
ia membangun perpustakaan yang mengumpulkan macam-macam manuskrip dan peta
bumi. Menurut kesakasian, inilah perpustakaan yang pertama dalam sejarah
manusia. Aristoteles juga membuka museum yang mengumpulkan semua barang-barang
yang menarik perhatian. Diceritakan, Alexander memberi sumbangan besar untuk
museum ini.
2. Karya-karya
a.
Pembagian karya-karya Aristoteles
* Karya-karya yang sifatnya lebih kurang
populer yang diterbitkan Aristoteles
Karya-karya ini sebagian besar
ditulis ketika Aristoteles berada di Akademia dan kebanyakan berupa dialog,
tetapi semua sedah hilang.
- Eudemos atau perihal jiwa
Dialog ini membicarakan persoalan mengenai
jiwa. Aristoteles tanpa ragu menerima bebapa pokok ajaran Plato seperti
pra-eksistensi jiwa, perpindahan jiwa, dan anggapan bahwa pengetahuan dapat
disamakan dengan pengingat.
- Protreptikos
Protreptikos mempertentangkan pengetahuan
teoretis yang diutamakan dalam Akademia dengan pengetahuan pragmatis dalam
sekolah Isokrates. Di sini kita mendengar uraian tertua Aristoteles mengenai
etika.
- Perihal filsafat
Dialog ini terdiri dari tiga buku. Buku
pertama menyajikan suatu uraian mengenai perkembangan manusia. Buku kedua
memberi suatu keritik tajam atas ajaran Plato mengenai Ide-ide. Buku ketiga
memuat pendapatnya tentang Allah dan susunan kosmos. Bahwa kosmos tidak
mempunyai permulaan menurut waktu.
* Karya-karya yang mengumpulkan bahan-bahan
yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah
Hampir semua karya-karya ini tidak
ada lagi. Yang masih tersimpan ialah Historia
animalium (Penyelidikan mengenai binatang-binatang). Suatu karya lain
bernama Athênatiôn politeia
(Tatanegara Athena) merupakan karya yang mengumpulkan undang-undang dasar
negara Yunani.
* Karya-karya yang dikarang Aristoteles
sehubungan dengan ajarannya
►
Logika
►
Filsafat alam
►
Psikologi
►
Biologi
►
Metafisika
►
Etika
►
Politik dan ekonomi
►
Retorika dan Poetika
b.
Perkembangan dalam karya-karya Aristoteles
►
W. Jeager
Menurut W. Jeager perkembangan
filsafat Aristoteles meliputi tiga zaman:
♦
Dalam zaman pertama, Aristoteles menganut filsafat Plato di Akademia. Di sini
ia menulis dialog-dialognya dan beberapa bukunya yang besar.
♦
Zaman kedua Aristoteles berada di Assos. Dalam zaman ini Aristoteles berbalik
dari Plato dan mengkaritiknya tentang Ide-ide dan membentuk filsafatnya
sendiri.
♦
zaman ketiga Aristoteles mengajar di Lykeion. Di sini minatnya terutama di
pusatkan pada penyelidikan empiris.
►
F. Nuyens
F. Nuyens mencari satu norma yang
menentukan perkembangan filsafat Aristoteles. Norma yang diusulkan ialah tiga pendapat Aristoteles tentang hubungan
antara jiwa dan tubuh. Pertama Aristoteles menganut suatu dualisme dengan
menganggap jiwa bertentangan dengan tubuh. Kedua, Aristoteles menekankan
kerjasama antara jiwa dan tubuh. Ia memandang tubuh sebagai alat yang digunakan
jiwa. Ketiga, ia menekankan kesatuan jiwa dan tubuh. Jiwa tidak lagi dianggap
baka.
3. Logika
a. Nama dan fungsi logika
Nama “logika” pertama kali muncul
pada Cicero
dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias untuk pertama kali menggunakan
logika dalam arti yang sekarang yaitu ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita. Aristoteles menggunakan istilah “analitika” dalam menyelidiki
argumentasi yang bertitik tolak dari putusan yang benar , dan memakai istilah
“dialektika”untuk menyelidiki argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis.
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri,
tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan berpikir secara ilmiah.
b. Induksi dan deduksi
Menurut Aristoteles, pengetahuan
dapat dihasilkan melalui dua jalan. Jalan pertama ialah induksi yang bertitik
tolak dari kasus-kasus khusus. Induksi menghasilkan pengetahuan yang umum.
Jalan yang kedua ialah deduksi. Deduksi bertitik tolak dari dua kebenaran yang
tidak disangsikan, dan atas dasar itu disimpulkan kesimpulan yang ketiga.
c. Silogisme
Penemuan Aristoteles mengenai
logika dan silogisme mempunyai peran sentral dalam kebanyakan karyanya tentang
logika. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri dari tiga preposisi, dan
setiap preposisi terdiri dari dua unsur. Yang pertama, tentang apa sesuatu
dikatakan dan yang kedua apa yang dikatakan.
4. Fisika
a. Objek fisika
Dalam
fisika Aristoteles mempelajari gerak spontan benda-benda jasmani. Dia membedakan
dua macam gerak, yaitu gerak karena kekerasan dan gerak spontan. Oleh
Aristoteles, gerak disamakan dengan perubahan pada umumnya.
b. Analisis mengenai gerak
Gerak
itu tidak lain dari pada peralihan dari potensi ke aktus. Sesuatu yang potensial
menjadi aktual, itulah proses yang berlangsung dalam gerak. Dengan membedakan
potensi dan aktus, Aristoteles berhasil mengartikan gerak.
Berhubungan dengan aktus dan
potensi, Aristoteles membedakan juga bentuk dan materi. Materi dan bentuk
merupakan dua konsep yang korelatif, sehingga materi tidak pernah lepas dari
bentuk tertentu. Aristoteles berpendapat bahwa ada satu materi yang sangat
fundamental yang dinamakan dengan materi pertama. Materi pertama ini tidak
pernah dapat dilepaskan dari segala bentuk. Karena materi inilah kita dapat
mengerti perubahan.
c. Keempat penyebab
Menurut Aristoteles tugas ilmu
pengetahuan ialah mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Aristoteles
berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat penyebab, yaitu:
- Penyebab efisien, yaitu faktor yang menjalankan kejadian
- Penyebab final, yaitu tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian
- Penyebab material, yaitu bahan dari mana benda dijadikan
- Penyebab formal, yaitu bentuk yang menyusun bahan
d. Physis
Aristoteles
memilih kata physis (tumbuh, lahir
dari) untuk menunjukkan prinsip perkembangan yang terdapat dalam semua benda
alamiah. Menurut Aristoteles, mahluk-mahluk yang boleh disebut fisis ialah
tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan keempat anasir.
e. Teleologi
Istilah “teleologi” dimaksudkan
bahwa dunia mempunyai suatu tujuan yang berfungsi demikian rupa, sehingga perkembangan
dunia tergantung pada tujuan itu. Aristoteles sering menguraikan teleologinya
dengan membandingkan alam semesta dengan seorang manusia. Teleologi juga
mencakup alam yang tidak hidup, yang terdiri dari keempat anasir. Dengan
pendapat Arirtoteles mengenai teleologi, ia mengkritik anggapan Empedokles dan
para Atomis.
f. Susunsn jagat raya
Menurut
Aristoteles, kosmos seluruhnya terdiri dari dua wilayah yang sifatnya sangat
berbeda, ysitu wilayah bumi dan wilayah bulan dan planet-planet. Aristoteles
membantah bahwa jagat raya tidak mempunyai batas. Menurut dia jagat raya
terbatas dan berbentuk bola. Menurut dia, jagat raya juga tidak mempunyai permulaan
dalam waktu dan tidak diciptakan. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa jagat raya
adalah kekal dan tidak mungkin dimusnahkan. Mengenai pendapatnya tentang bumi,
ia mengkritik pendapat Pythagorean bahwa bumi adalah planet yang beredar
mengelilingi api sentral.
5. Psikologi
Psikologi sebenarnya tidak
merupakan cabang ilmu pengetahuan tersendiri, melainkan terhitung dalam fisika.
Objek penyelidikan psikologi mencakup hal-hal yang fisis atau alamiah, yaitu
mahluk-mahluk fisis atau yang mempunyai psykhê
(jiwa).
a. Jiwa
Bagi
Aristoteles, jiwa adalah perinsip hidup sebagai mana terdapat dalam Plato. Itu
berarti semua yang hidup mempunyai jiwa. Pandangan Aristoteles mengenai jiwa
tidak jauh berbeda dengan dualisme Plato.
Tapi, dalam De anima pandangannya mengenai
jiwa dan badan dianggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu substansi saja.
Dua aspek yang mempunyai hubungan sebagau materi dan bentuk. Badan adalah
materi dan jiwa adalah bentuknya, badan adalah potensi dan jiwa adalah aktus.
b. Pengenalan indrawi
Dalam proses pengenalan indrawi
kita menerima bentuk benda tanpa materinya. Untuk mengerti maksud Aristoteles
kita harus mengetahui bahwa menurut dia semua kualitas terdap dalam semua
benda-benda sendiri. Seperti warna adalah campuran dua warna yang berlawanan,
yaitu hitam dan putih dalam proporsi tertentu.
c. Pengenalan rasional
Aktivitas
rasio tidak terbatas pada suatu aspek saja yang terdapat dalam kenyataan. Rasio
dapat menangkap segala sesuatu yang ada, dan ia juga berpendapat bahwa rasio
dapat “menjadi” segala sesuatu. Dalam pengenalan rasional suatu bentuk diterima
oleh rasio bukan suatu bentuk indrawi, melainkan bentuk intelektual.
Aristoteles membedakan dua fungsi
dalam rasio manusia. Pertama, adalah rasio pasif yang menerima esensi suatu
benda. Dan yang kedua, adalah rasio aktif yang menampilkan esensi-esensi yang
diterima oleh rasio pasif. Dalam sejarah filsafat di kemudian hari, Alexander
dari Aphrodisias beranggapan bahwa rasio aktif itu harus disamakan dengan rasio
Allah. Namun, pendapat ini tidak dapat diterima karena Aristoteles sendiri
tidak membedakan dalam jiwa rasio pasif dan rasio aktif.
Ibn Rushd berusaha mengartikan
pendapat Aristoteles mengenai rasio dengan prinsip metafisikanya. Menurut dia
rasio pasif dan rasio aktif harus disamakan yang membentuk satu substansi
rohani. Anggapan ini disebut dengan “monopsikisme” (ajaran mengenai satu jiwa).
Dari ini Ibn Rushd harus menyangkal bahwa jiwa bersifat baka. Dan ini pada abad
ke-13 dibantah dengan keras terutama oleh Thomas Aquinas.
6. Metafisika
a. Nama metafisika
Nama
“metafisika” sudah digunakan sejak abad ke-3 SM dan mempunyai hubungan erat
dengan mazab Aristotelian. Iastilah metafisika dipilih untuk menunjukkan bahan
yang dipelajari harus sesudah karya mengenai fisika, karena metafisika membahas
mengenai aspek-aspek yang paling fundamental dari kenyataan.
b. Nama-nama lain
·
Dalam buku I Aristoteles menamakan metafisika
sebagai “kebijaksanaan” (sophia).
Kebijaksanaan merupakan ilmu yang mencari prinsip-prinsip yang paling fundamental
dan penyebab-penyebab pertama.
·
Dalam buku IV Aristoteles mengatakan bahwa ada
satu ilmu yang bertugas mempelajari “yang ada, sejauh ada”. Maksudnya tidak
lain dari pada metafisika. Mempelajari “yang ada sejauh ada” berarti
menyelidiki kenyataan seluruhnya menurut aspek yang paling umum, yakni sejauh
ada. Dalam arti ini metafisika dapat disebut ilmu yang tertinggi.
·
Dalam buku VI dikatakan bahwa ilmu yang
tertinggi mempunyai objek yang paling luhur dan sempurna yang dinamakan
“filsafat pertama” atau disebut theologia.
c. Kritik atas Plato
Dalam metaphysica terdapat kritik Aristoteles mengenai Ide-ide atau
Bentuk-bentuk. Aristoteles menjelaskan bahwa Plato memperduakan realitas dengan
cara yang berlebihan. Satu argumen lagi yang menjelaskan bahwa Ide dan Bentuk
bersifat individual dan tidak mungkin bersifat umum.
Mengenai ilmu pengetahuan
Aristoteles menyetujui pendapat Plato bahwa ilmu pengetahuan berbicara tentang
yang umum dan bukan yang individual. Tetapi, esensi tidak berdiri sendiri. Yang
ada dalam kenyataan hanyalah benda-benda konkret.
d. ”Yang ada” mempunyai pelbagai arti
Menurut Aristoteles arti primer
atau utama dari kata “ada” adalah “substansi”. Substansi itu sendiri berarti
“yang berdiri sendiri”. Disamping substansi terdapat “aksiden-aksiden” yaitu
suatu hal yang tidak berdiri sendiri, namun dapat dikenakan pada yang berdiri
sendiri. Aksiden-aksiden hanya bisa berada dalam sunstansi dan tidak pernah
lepas dari padanya.
e. Ajaran tentang Allah
. Pandangan lain mengenai ajaran
Aristoteles adalah ajarang tentang Allah sebagai “Penggerak Pertama yang tidak
digerakkan”. Dalam metaphysica
Penggerak Pertama diterima untuk mengartikan gerak abadi yang terdapat di
dunia. Penggerak Pertama ini harus bersifat abadi, sebagaimana gerak yang
ditimbulkannya. Penggerak Pertama ini juga terlepas dari materi, karena materi
mempunyai potensi untuk bergerak. Allah sebagai Penggerak Pertama tidak
mempunyai potensi apa pun juga. Allah harus dianggap sebagai Aktus Murni.
Menurut Aristoteles, aktivitas
Allah sebagai Aktus Murni tidak lain dari pikiran saja, karena
Allah bersifat immaterial. Karena itu ia harus disamakan dengan kesadaran atau
pemikiran. Karena setiap pemikiran mempunyai objek, maka objek dari pemikiran
ini ialah yang paling tinggi dan paling sempurna.
Aristoteles tidak mengakui Allah
sebagai “Pencipta”, kerena seperti semula ia berpendapat bahwa jagat raya tidak
punya permulaan. Allah hanya menyebabkan geraknya saja. Dalam pandangan
Aristoteles tidak ada tempat untuk penyelenggaraan Allah, karena mustahil Allah
menyelenggarakan dunia karena Ia tidak mengenal sesuatu pun diluar Dia.
7. Etika
a. Kebahagian sebagai tujuan
Menurut Aristoteles tujuan yang
tertinggi ialah kebahagian (eudaimonia).
Terjemahan kebahagian sedikit pincang untuk kata eudaimonia dalam bahasa Indonesia. Kata eudaimonia tidak memaksudkan suatu
perasaan subjektif, tetapi suatu keadaan manusia yang bersifat demikian
sehingga segala sesuatu harus ada padanya terdapat pada manusia.
b. Kebahagiaan menurut isinya
Menurut
Aristoteles kebahagian harus disamakan dengan suatu aktivitas, bukan dengan
potensial belaka karena aktus mempunyai prioritas terhadap potensi. Kebahagian
manusia terdiri dari suatu aktivitas yang khusus untuk manusia saja dan
mengakibatkan kesempurnaannya. Kesempurnaan manusia adalah aktualisasi dari
kemungkinan tertinggi yang hanya terdapat pada manusia, yaitu rasio. Bagi
manusia kebahagiaan ialah memandang kebenaran. Agar ia sampai pada kebahagiaan
yang sungguh-sungguh ia harus menjalankan aktivitasnya “menurut keutamaan”,
yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral.
c. Ajaran tentang keutamaan
Menurut
Sokrates dan juga Plato, keutamaan disamakan dengan pengetahuan. Dan menurut
Sokrates keutamaan dapat diajarkan. Aristoteles tidak menyetujui pendapat dari
Sokrates dan Plato ini. Menurut pendapat
Aristoteles yang bersifat paradoksal, kita memperoleh keutamaan dengan berlaku
baik. Kita harus memulai melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik secara objektif. Hidup menurut keutamaan
dapat meyebabkan keutamaan pribadi, sihingga untuk selanjutnya
perbuatan-perbuatan akan dilakukan karena keutamaan.
1. Keutamaan moral
Aristoteles
menggambarkan keutamaan moral sebagai suatu sikap watak yang memungkinkan
manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrem yang berlawanan. Bagi
Aristoteles, keutamaan baru merupakan keutamaan yang sungguh-sungguh jika kita
mempunyai sikap yang tetap untuk memilih jalan tengah tersebut. Jalan tengah
harus dipandang secara subjektif. Oleh karena itu, Aristoteles berpendapat
bahwa rasio menetapkan pertengahan itu dan rasio harus melakukannya.
2. Keutamaan intelektual
Menurut
Aristoteles, rasio mempunyai dua fungsi. Pertama, rasio memungkinkan manusia
untuk mengenal kebenaran yang disebut rasio teoretis. Kedua, rasio yang dapat
memberikan petunjuk supaya orang mengetahui apa yang harus diputuskan dalam
keadaan tertentu, dan ini dinamakan rasio praktis. Aristoteles membedakan dua
macam keutamaan yang menyempurnakan rasio:
·
Kebijaksanaan teoretis
Aristoteles memilih kata sophia untuk menunjukkan kebijaksanaan teoretis atau kearifan.
Kebujaksanaan merupakan suatu sikap tetap. Hanya sedikit orang yang memiliki
kebujaksanaan teoretis, yaitu orang-orang terpelajar. Jalan menuju kebijaksanan
teoretis ini meliputi seluruh pendidikan ilmiah.
·
Kebijaksanaan praktis
Aristoteles menggunakan kata phronêsis untuk menunjukkan
kebujaksanaan praktis. Kebijaksanaan praktis adalah sikap jiwa yang
memungkinkan manusia untuk mengatakan yang mana dari barang-barang konkret
boleh dianggap baik untuk hidupnya. Keutamaan praktis ini tidak terlepas dari
keutamaan moral. Keutamaan moral yang sejati selalu disertai sengan
kebijaksanaan praktis.
d. Kehidupan ideal
Aristoteles memandang yang
terpenting dalam kebahagian manusia ialah memandang kebenaran. Aristoteles
menolak adanya Ide-ide, tetapi mengakui adanya theôria (memandang kebenaran) yang adalah aktivitas manusia
tertinggi. Hidup yang bahagia adalah hidup sebagai seorang filsuf. Karena rasio
adalah suatu unsur ilahi dalam diri manusia, maka harus dikatakan pula bahwa
menjalankan aktivitas rasio adalah suatu hidup ilahi.
8. Politik
Dalam
karya yang bernama politica,
Aristoteles menhidangkan pikiran tentang negara atau politik. Namun, pada
Aristoteles ada hubungan erat antara politik dan etika. Ajaran tentang negara
meneruskan dan menyelesaikan etika.
a. Tujuan negara
Aristoteles menyetujui pendapat
Sokrates dan Plato dalam pendirian kaum Sofis bahwa negara itu berdasarkan adat
kebiasaan dan bukan kodrat. Bagi Aristoteles negara itu tidak berasal dari inisiatif
manusia, tetapi menurut kodratnya manusia hidup dalam negara. Ia mengatakan
manusia zôion politikon. Ia
menambahkan lagi bahwa suatu mahluk yang menurut kodratnya tidak hidup dalam polis bukan seorang manusia.
b. Rumah tangga
Karena
negara terdiri dari banyak rumah tangga, maka Aristoteles harus mengkritik
pendapat Plato bahwa para penjaga tidak boleh kawin dan memiliki barang
pribadi. Untuk hidup menurut keutamaan, manusia perlu memiliki barang pribadi.
Tetapi kekayaan tidak boleh ditambah dengan sembarang cara
c. Susunan negara yang paling baik
Aristoteles
membicarakan berbagai susunan negara yang dianggap paling baik. Ia
menggolongkan semua susunan negara yang mungkin atas tiga macam konstitusi.
Masing-masing konstitusi itu dapat menghasilkan bentuk negara yang buruk.
Ketiga bentuk negara yang baik adalah monarki, aristokrasi dan politeia. Dan
tiga bentuk negara yang sepadan dengannya ialah tirani, oligarki, dan
demokrasi.
d. Nasib polis sesudah Aristoteles
Dengan pembentukan kerajaan besar
baik di Yunani dan sebagian negara Timur, polis
Yunani sebagai kota
merdeka dan otonom tidak mempunyai peran lagi. Kerajaan itu didirikan oleh
Alexander Agung, anak didik Aristoteles. Saat itu kosmopolitisme berkembang.
Orang Yunani tidak lagi merasa sebagai warga polis melainkan warga dunia.
9. Mazhab Peripatetis
Para murid yang meneruskan karya Aristoteles dinamakan
“Mazhab Peripatetis”. Nama ini berasal dari kata peripatos yang berarti tempat berjalan-jalan, yang menunjukkan
ruangan yang dipakai Aristoteles sebagai tempat pengajaran. Para
murid Aristoteles melanjutkan usaha gurunya, khususnya dalam penyelidikan
ilmiah yang empiris.
Ini adalah tiga orang dari antara anggota-anggota
Mazhab Peripatetis pertama:
1. Theophrastos dari Eresos, mengganti Aristoteles
sebagai kepala Mazhab Peripatetis pada tahun 323/2. Ia telah mengerjakan segala
bidang keahlian yang dikuasai Aristoteles. Ia juga boleh dianggap sebagai
sejarawa filsafat yang pertama yang menulis suatu karya yang mengumpulkan semua
pendapat dalam bidang filsafat alam
2. Dikaiarkhos dari Messen, mengarang suatu
karya tentang perkembangan budaya Yunani yang sering dikutip para pengarang
kemudian.
3. Strato dari Lampsakos, mengepalai Mazhab Peripatetis sesudah Theophrastos.
Ia memusatkan perhatiannya pada fisika yang sangat dipengaruhi oleh Demokritos.
Ia menolak teleologi dalam alam dan mencoba menerangkan kejadian-kejadian alam
secara mekanis.
Tulisan yang inspiratif.
BalasHapus