Sabtu, 26 Mei 2012

PLATO DAN ARISTOTELES: Sebuah Ringkasan (Oleh: Jani Anwar)


Plato
a. Riwayat Hidup
              Plato lahir di Athena pada tahun 428/7. Plato dididik dalam rumah Pyrilampes, seorang politikus yang termasuk kalangan Perikles. Plato diperkirakan sudah mengenal Sokarates sejak ia masih anak-anak.
               Sebenarnya Plato mencita-citakan diri menjadi seorang politikus. Namun, cita-citanya itu padam ketika melihat temannya harus mati, yaitu Sokrates karena tuduhan jahat para pemimpin pilitik Athena. Dari kejadian ini, ia berpendapat bahwa rezim politik tidak beres. Ia berpendapat bahwa satu-satunya yang dapat dipercaya untuk memegang pemerintahan adalah filsuf-filsuf sejati. Hal inilah yang akhirnya melatarbelakangi kehidupah Plato dalam hidupnya selanjutnya.

b. Akademia dan Sisilia
              Setelah pulang dari Italia Plato mendirikan sekolah yang diberi nama Akademia. Sekolah ini didirikan berdasarkan cita-citanya yang ingin mendidik kaum muda dalam bidang fisafat dan ilmu pengetahuan untuk menjadi pemimpin-pemimpin politik nantinya.
              Plato tidak hanya meberi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis, namun juga memberi perhatiannya ilmu pengetahuan terutama matematika atau ilmu pasti. Menurut cerita, pintu masuk akademian ada tulisan: “Yang belum mempelajari matematika, jangan masuk di sini.” Di Akademia, semua ilmu yang dipraktekkan di Yunani dipelajari  atas nama “filsafat”. Plato mengepalai Akademia selama empat puluh tahun sampai akhir hidupnya pada tahun 348/7.  


2. Karya-karya
a. Otentisitas
              Menurut Thrasylos dan Derkylides ada 36 karya Plato. Dari 36 karyanya ini ada enam dialog yang dianggap tidak otentik: Alkibiadês II, Hipparkhos, Erastai, Theagês, Kliptophô, dan Minos. Semua karya ini tidak begitu panjang dan tidak penting untuk filsafat, karena meskipun hal itu  dibuktikan bahwa tidak otentik karya dari Plato tidak akan berpengaruh banyak bagi pandangan kita terhadap Plato sebagai sastrawan dan filsuf.

b. Kronologi
               Mengetahui urutan karya-kaya Plato yang otentik sangat penting untuk mengetahui perkembangan pikirannya. Plato berkarya sebagai sastrawan kira-kira selama 50 tahun. Diandaikan bahwa apologianya ditulis tidak lama sesudah kematian Sokrates tahun 399 yang oleh pengadilan dijatuhi hukuman mati.

3. Beberapa sifat khusus filsafat Plato
a. Bersifat “Sokratik”
              Sebuah tradisi menceritakan bahwa sesudah Plato mengenal Sokrates, Plato berbalik dari kesusastraan dan mencurahkan seluruh tenaganya kepada filsafat. Bagi Plato, Sokrates adalah orang yang paling baik, paling bijaksana, paling jujur, dan paling adil pada seluruh zamannya. Dalam karya-karyanya pun, Sokrates diberi tempat yang sentral. Plato dalam karyanya tidak ada maksud lain selain membangun monumen untuk menghormati gurunya, yaitu Sokrates. Boleh dinganggap bahwa seluruh filsafat Plato adalah refleksi dari peristiwa menyedihkan atas penghukuman dan kematian Sokrates.  

b. Filsafat sebagai dialog
              Plato adalah filsuf pertama yang dalam sejarah yang memilih dialog sebagai bentuk sastra untuk mengungkapkan pikiran-pikirtannya. Tidak ada filsuf lain yang mengungkapkan kesatuan begitu sempurna antara dialog sebagai bentuk sastra dan pemikiran yang diucapkan dengannya.
              Plato memilih dialog sebagai bentuk sastra untuk meneruskan keaktifan Sokrates dengan mengarang dialog-dialog seperti gurunya yang telah mengadakan percakapan-percakapan. Tidak ada bentuk sastra lain yang lebih cocok untuk menghormati gurunya itu selain dialog.
              Alasan lain mengapa Plato memilih dialog sebagai bentuk sastra, karena ia yakin bahwa filsafat pada intinya tidak lain dari pada suatu dialog. Berfilsafat berarti mncari kebijaksanaan dan kebenaran, dan sebaiknya untuk mendapatkan kebenaran itu harus dilakukan bersama-sama dalam suatu dialog. Karena Plato mengarang filasafatnya berupa dialog, maka tidak mengherankan bahwa uraian pemikirannya kurang bersifat sistematis.

c. Peranan mitos dalam dialog-dialog Plato
              Pada Plato pun terdapat pandangan yang tampak dalam seluruh filsuf Yunani, yaitu mengutamakan rasio sambil menolak mitologi kuno. Plato berpendapat bahwa mitos tidak bertentangn mutlak dengan rasio. Mitos juga mempunyai unsur kebenaran yang dapat dipergunakan dalam uraian filosofis.

d. Ajaran Lisan
              Plato tidak memberi kulih-kuliah sistematis, tetapi menyelenggarakan diskusi-diskusi yang sebagian dipimpin olehnya dan asistennya. Metode mengajar seperti ini lebih cocok menurut Plato mengenai filsafat sebagai dialog. Plato mempunyai agrapha dogmata yang berarti pendirian-pendirian yang tidak tertulis. Aristoteles dan murid-murid Plato juga mendengar tentang pendirian-pendirian ini, tetapi sangat sulit untuk menafsirkannya. Yang pasti Plato dalam agrapha dogmata menganggap Ide-ide sebagai bilangan-bilangan.

4. Ajaran tentang Ide-ide
              Ajaran tentang Ide- ide merupakan inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato. Plato mempunyai maksud lain tentang Ide dengan apa yang dimaksudkan orang modern. Bagi Plato Ide merupakan suatu yang objektif. Ide-ide tidak diciptakan oleh pemikiran kita, sebaliknya pikiran kita tergantung pada Ide-ide. Ide itu berdiri sendiri, karenanya pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran menaruh perhatian pada Ide-ide.



a. Adanya Ide-ide
              Untuk memahami alasan Plato tentang Ide-ide yang berdiri sendiri, pertama-tama kita harus ingat akan keaktifan filosofis Sokrates yang mencari definisi-definisi. Ia tidak puas dengan menyebut satu demi satu perbuatan-perbuatan yang adil dan tindakan-tindakan yang berani. Ia mau menyatakan apa itu keadalian dan keberanian itu sendiri. Palto meneruskan usaha Sokrates itu lebih jauh lagi. Menurut Plato esensi itu mempunyai realitas. Ide keadilan, keberanian dan Ide lain memang ada.
              Cara lain untuk mengerti asal-usul ajaran Plato mengenai Ide-ide ialah ilmu pasti, yang ia utamakan dalam Akademia. Ilmu pasti tidak membicarakan tantang gambar-gambar yang konkret, melainkan mengenai yang ideal. Dari kesimpulan Plato segitiga itu mempunyai realitas juga meskipun juga tidak dapat ditangkap dengan panca indra.

b. Dua Dunia   
              Menurut Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua “dunia”. Satu dunia mencakup benda-benda jasmani yang disajikan pada panca indra yang semuanya tetap dalam perubahan. Ini merupakan dunia indrawi yang ditandai dengan pluralitas. Di sisi lain ada dunia ideal yang terdiri atas Ide-ide yang di dalamnya sama sekali tidak ada perubahan. Semua Ide bersifat abadi, tak terubahkan dan sempurna.     Ide-ide sama sekali tidak dipengaruhi oleh benda-benda jasmani. Hubungan  antara Ide-ide dan realitas jasmani bersifat demikaian rupa sehingga benda-benda jasmani tidak berada tanpa pendasaran oleh Ide-ide.  Plato mengungkapkan hubungan itu dengan tiga cara:
·         Ide itu hadir dalam benda-benda konkrit. Tapi, dengan itu tidak sedikit pun dari dari Ide itu dikurangi.
·         Benda konkrit mengambil bagian dalam Ide. Dengan demikian Plato mengenalkan paham “Partisipasi”(metexis) kedalam filsafat. Tiap-tiap benda jasmani mengambil bagian dalam satu Ide atau lebih.
·         Ide merupakan model (paradeigma) bagi benda-benda konkrit.





c. Dua Jenis Pengenalan
              Menurut Plato ada dua jenis pengenalan. Pertama adalah pengenlan tentang Ide-ide, yang menurut dia adalah pengenlan yang sebenarnya yang diberi nama dengan epistêmê (pengetahuan). Pengenalan ini mempunyai sifat yang sama seperti objek yang dituju olehnya: tegas, jelas, dan tak terubahkan. Alat untuk mencapai pengenalan ini adalah rasio. Kedua adalah pengenlan tentang benda-benda jasmani yang mepunyai sifat-sifat yang sama dengan objeknya: tidak tetap dan selalu berubah. Pengenlan ini tidak memberikan kepastian, yang oleh Plato dinamakan doxa (pendapat/opini).

d. Memperdamaikan Herakleitos dengan Parmenides
              Dengan keterangan tadi Plato berhasil memecahkan suatu persoalan yang besar sekali dalam filsafat pra-sokratik, yaitu pertentangan antara Herakleitos dengan Parmenides. Menurut Herakleitos semuanya senantiasa dalam keadaan perubahan, tidak ada yang tetap atau mantap. Pendapat ini diteruskan oleh Kratylos lebih jauh lagi yang berpendapat bahwa tidak mungkin ada pengenalan karena perubahan tidak henti-hentinya. Menurut Plato pendapat mereka berdua memang benar, tapi hanya berlaku bagi dunia indrawi saja. Pendapat Parmenides benar juga, tapi berlaku hanya pada dunia Ide-ide. Di dunia ini tidak ada perubahan, karena Ide-ide bersifat abadi.

e. Ide-ide mana harus diterima?
              Plato menerima Ide-ide etis dan matematis. Tapi dalam karya-karyanya, Plato bergumul apakah ada Ide-ide untuk benda-benda lain, khususnya untuk benda yang disajikan pada pengenlan indrawi. Rupanya Plato tidak dapat memecahkan persoalan ini. Faktor penentu ialah bahwa Ide-ide memang ada. Dengan itu filsafat Plato mendapat fundamennya.

f. Hierarki antara Ide-ide
              .Dalam dunia Ide hanya ada satu Ide tentang”yang bagus”, satu Ide “keadilan”, dan lain sebagainya. Namun, dalam dunia Ide sendiri pluralitas tidak teratasi. Banyak Ide yang tidak terlepas satu dari yang lain. Dari itu Plato menamakan hubungan itu dengan “persekutuan” (koinônia) yang ia jelaskan dalam doalog-dialognya tentang kesatuan antara banyak Ide.   
g. Mitos tentang gua
              Sebenarnya cerita Plato tentang orang tahanan hanya ingin mengambarkan orang-orang yang selalu menerima pengalaman spontan begitu saja. Tetapi, ada beberapa orang yang memperkirakan bahwa realitas indrawi hanya bayang-bayang saja, mereka itulah filsuf. Pada awalnya mereka merasa heran, tetapi perlahan-lahan mereka menemukan Ide “yang Baik” sebagai realitas tertinggi. Untuk mencapai kebenaran, yang perlu ialah suatu pendidikan. Harus ada suatu usaha yang diadakan untuk melepaskan diri dari pancaindra yang menyesatkan.

5. Ajaran tentang Jiwa
              Plato juga memandang manusia sebagai mahluk terpenting dari segala mahluk yang ada di dunia. Plato pun menganggap bahwa jiwa adalah pusat dari kepribadian manusia. Mengenai ajarannya tetang jiwa, Plato tidak hanya dipengaruhi Sokrates, tetapi juga oleh Orfisme dan Mazhab Pythagorean. Plato menciptakan suatu ajaran tentang jiwa yang berhubungan erat dengan pendiriannya tentang Ide-ide.

a. Kebakaan jiwa  
              Palto yakin bahwa jiwa manusia bersifat baka. Keyakinan ini bersangkut paut dengan ajaranya tentang Ide-ide. Salah satu argumennya yang penting adalah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan Ide-ide. Plato mengikuti prinsip dalam filsafat Yunani sejak Empedokles yaitu, “yang sama mengenal yang sama”. Dari ini nyatalah bahwa jiwalah yang mengenal Ide-ide, bukan badan. Jiwa pun mempunyai sifat yang terdapat pada Ide-ide, yaitu abadi dan tak terubahkan.

b. Mengenal sama dengan mengingat
              Bagi Plato jiwa itu tidak saja bersifat baka, tapi juga bersifat kekal karena sudah ada sebelum hidup di dunia. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami suatu pra-eksistensi dimana ia memandang Ide-ide. Bila manusia lahir di bumi ini pengetahuan tentang Ide-ide itu sudah kabur. Tetapi pengetahuan itu tetap tinggal dalam jiwa dan dapat diingatkan kembali. Dengan teorinya ini, Plato juga dapat memperdamaikan pengenalan indrawi dengan pengenalan budi. Pengenalan indrawi dapat merintis jalan bagi pengenalan budi.

c. “Bagian-bagian” Jiwa
              Dalam Politeia dapat kita baca bahwa jiwa terdiri dari tiga “bagian”. Kata “bagian” disini diartikan dengan fungsi. Bagian pertama ialah “bagian rasional” (to logistikon). Bagian yang kedua ialah “bagian keberanian” (to thymoeides), dan yang ketiga ialah “bagian keinginan” (to epithymêtikon).
              Plato menghubungkan ketiga bagian dengan masing-masing keutamaan. “Bagian keinginan” mempunyai pengendalian diri (sôphrosynê). “Bagian keberanian” mempunyai keutamaan kegagahan (andreia). Dan “bagian rasional” dengan keutamaan kebijaksanaan (phronêsis atau sophia). Di samping itu ada lagi keadilan (dikaiosynê) yang tugasnya menjamin keseimbangan dari ketiga bagian jiwa. Dalam Timaios Plato juga mengantakan bahwa “bagian rasional” bersifat baka.

d. Dualisme
              Ajaran Plato tentang manusia dalam sejarah filsafat dinamakan “dualisme”. Istilah ini berimaksud bahwa Palto tidak berhasil menerangkan manusia sebagai kesatuan yang sungguh-sungguh. Menurut Plato jiwa dan tubuh tidak merupakan kesatuan. Plato mengambil alih perkataan yang depakai dalam Mazhab Pythagorean bahwa tubuh adalah kubur bagi jiwa (sôma sêma) dan bahwa jiwa berada dalam tubuh bagaikan dalam penjara.

e. Jiwa dunia
              Plato membandingkan jagat raya sebagai makrokosmos dengan manusia sebagai mikrokosmos. Plato mengambil satu prinsip Yunani sejak Anaximenes. Seperti manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, demikian juga dunia merupakan suatu mahluk yang terdiri dari tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa diciptakan oleh “Sang Tukang” (Dêmiorgos). Jiwa dunia diciptakan sebelun jiwa manusia.

6. Ajaran tentang Negara
              Filsafat Plato memuncak dalam uraian-uraiannya mengenai negara yang dilatarbelakangi pengalaman pahitnya mengenai politik Athena. Seluruh keaktifan Plato mesti dianggap sebagai usaha untuk memperbaiki keadaan negara.
              Menurut Plato ada hubungan erat antara ajaranya di bidang etika dengan teorinya tentang negara.. Bagi Plato tujauan manusia adalah eudaimonia atau hidup yang baik. Plato tetap memihak pada cita-cita Yunani yang tua, yakni hidup sebagai manusia serentak juga hidup di polis. Ia menolak pendapat kaum modern yang terdapat pada kaum Sofis, bahwa negara beralaskan nomos ( adat kebiasaan) dan bukan physis (kodrat). Plato tidak ragu-ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial.

a. Politeia
              Politeia terdiri dari sepuluh buku atau bagian. tema yang diselidiki di dalamnya ialah keadilan.
  • Dasar ekonomis
Menurut Plato alasan yang mengakibatkan menusia hidup dalam polis bersifat ekonomis. Manusia membutuhlan sesamanya. Apalagi manusia tidak memiliki semua bakat yang sama. Karena itu, perlulah suatu “spesialisasi” dalam  bidang pekerjaan.
  • Para penjaga
Karena pendapat Plato mengenai “spesialis” dalam bidang pekerjaan, Plato berpendirian juga bahwa hanya segolongan orang saja yang ditugaskan untuk melakukan perang, yang disebut “penjaga-penjaga” (phylakes). Pendapat Plato mengenai tentara yang “profesianal” ini merupakan hal yang baru bagi masyarakat Yunani.
  • Tiga golongan
Menurut Plato negara yang ideal terdiri dari tiga golongan. Golongan pertama ialah penjaga-penjaga yang sebenarnya atau  para filsuf, karena merekalah yang mengerti mengenai “yang Baik”. Golongan yang kedua ialah para pembantu atau para prajurit. Tugas mereka ialah menjamin keamanan dan menjaga supaya warga tetap tunduk kepada para filsuf. Golongan yang ketiga terdiri dari para petani dan para tukang yang menanggung kehidupan ekonomis bagi seluruh polis.
  •  “Komunisme” dan “perkawinan”
Karena para penjaga dan para pembantu memaikan peran yang sangat penting dalam negara ideal, tentunya ada bahaya mereka menyalahgunakan status mereka. Dari itu Plato menegaskan bahwa mereka tidak boleh mempunyai uang, keluarga, dan milik pribadi. Demikianlah para penjaga dan para pembantu akan hidup menurut prinsip “komunistis”.

b. Politikos 
              Politikos (Negarawan) adalah definisi tentang keahlian seorang negarawan. Tugas seorang ngarawan menciptakan keselarasan antara semua keahlian lain dalam negara, sehingga semuanya harmonis. Keahlian negarawan tidak merupakan salah satu keahlian di antara keahlian-keahlian lain, tapi keahlian mengatur keahlian-keahlian lain.
              Politikos berpendapat negara yang baik membuat undang-undang sejauh dirasakan perlu secara konkrit. Menurut Plato negara yang memiliki undang-undang dasar, bentuk negara yang paling baik adalah monarki, bentuk negara yang kurang baik adalah aristokrasi dan bentuk negara yang buruk adalah demokrasi. Tetapi, jika tidak ada undang-undang dasar haruslah sebaliknya.

c. Nomoi
              Nomoi (Undang-undang) sebetulnya melanjutkan apa yang dikatakan oleh Politikos. Nomoi memberikan undang-undang dasar yang dapat diterima oleh Polis Yunani sekitar abad ke-4. Plato menekankan susunan negara harus memperhatikan keadaan setempat, ekonomis, dan geografis. Bentuk negara yang ditawarkan dalam Nomoi adalah campuran antara demokrasi dan monarki.
              Nomoi mengusulkan suatu sistem pemerintahan di mana semua petugas dipilih oleh rakyat, tapi ditambah syarat yang dipilih hanya yang cakap. Jabatan terpenting dalam pemerintahan adalah menteri pendidikan, karena pendidikan anak adalah tugas yang mempunyai prioritas dalam negara. Juga dikatakan bahwa anak perempuan akan mendapat pendidikan yang sama dengan laki-laki agar dapat memenuhi tugas yang sama.

7. Akademia sesudah Plato meninggal
           Meskipun murid Plato yang terbesar, yaitu Aristoteles tidak mengikuti jejak Plato, namun riwayat Akademia tidak berakhir pada saat kematiannya. Akademia masih terus hidup selama delapan abad. Baru pada abad ke-6 katika kaisar kristen Justinianus menutup semua sekolah filsafat kafir di Athena, Akademia juga ikut ditutup.
              Perkembangan Akademia sesudah kematian Plato terbagi atas tiga priode, yaitu Akademia Tua, Akademia Menengah, dan Akademia Muda. Di sini diberi beberapa catatan tentang Akademia Tua saja. Meskipun para anggota Akademia Tua menulis banyak, namun tidak ada karya yang disimpan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mereka semua memperhatikan persoalan yang timbul oleh ajaran Plato mengenai Ide-ide. Sebagai mana Akademia ketika Plato masih hidup, mereka pun mengutamakan ilmu-ilmu lain daripada filsafat dalam arti yang sebenarnya, terutama ilmu pasti dan astronomi.
              Dari anggota Akademia Tua dapat disebut nama-nama berikut:
  • Speusippos dari Athena, menggantikan Plato pamannya sebagai pemimpin Akademia. Ia juga menemani perjalanan Plato yang terakhir ke Syrakusa.
  • Xenokrates dari Khalkedon, dialah yang membagi filsafat atas dialektika, fisika, dan etika.
  • Herakleides dari Herakleia yang juga murud Plato. Ia mempunyai jasa besar dalam bidang astronomi.
  • Philippus dari Opus. Dalam tradisi Yunani ia mempersiapkan manuskrip Nomoi sesudah Plato meninggal. Ada kesaksian juga bahwa ia menulis Epinomis, suatu dialog Plato yang otentik













 Aristoteles
1. Riwayat hidup
              Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stageira, Yunani Utara. Pada umur 17 atau 18 tahun ia dikirim ke Akademia Plato. Di Akademia ia menerbitkan beberapa karyanya dan mengajar logika dan retorika. Setelah kematian Plato ia meninggalkan Athena dan kembali setelah Alexander Agung menjadi raja.
              Aristoteles tidak kembali ke Akademia, tetapi ia ia mendirikan sekolah yang diberi nama Lykeion karena tempatnya dekat dengan halaman yang dipersembahkan kepada dewa Apollo Lykeios. Di sana ia membangun perpustakaan yang mengumpulkan macam-macam manuskrip dan peta bumi. Menurut kesakasian, inilah perpustakaan yang pertama dalam sejarah manusia. Aristoteles juga membuka museum yang mengumpulkan semua barang-barang yang menarik perhatian. Diceritakan, Alexander memberi sumbangan besar untuk museum ini.

2. Karya-karya  
a. Pembagian karya-karya Aristoteles
* Karya-karya yang sifatnya lebih kurang populer yang diterbitkan Aristoteles
              Karya-karya ini sebagian besar ditulis ketika Aristoteles berada di Akademia dan kebanyakan berupa dialog, tetapi semua sedah hilang.
  • Eudemos atau perihal jiwa
Dialog ini membicarakan persoalan mengenai jiwa. Aristoteles tanpa ragu menerima bebapa pokok ajaran Plato seperti pra-eksistensi jiwa, perpindahan jiwa, dan anggapan bahwa pengetahuan dapat disamakan dengan pengingat.
  • Protreptikos
Protreptikos mempertentangkan pengetahuan teoretis yang diutamakan dalam Akademia dengan pengetahuan pragmatis dalam sekolah Isokrates. Di sini kita mendengar uraian tertua Aristoteles mengenai etika.
  • Perihal filsafat
Dialog ini terdiri dari tiga buku. Buku pertama menyajikan suatu uraian mengenai perkembangan manusia. Buku kedua memberi suatu keritik tajam atas ajaran Plato mengenai Ide-ide. Buku ketiga memuat pendapatnya tentang Allah dan susunan kosmos. Bahwa kosmos tidak mempunyai permulaan menurut waktu.
* Karya-karya yang mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah
              Hampir semua karya-karya ini tidak ada lagi. Yang masih tersimpan ialah Historia animalium (Penyelidikan mengenai binatang-binatang). Suatu karya lain bernama Athênatiôn politeia (Tatanegara Athena) merupakan karya yang mengumpulkan undang-undang dasar negara Yunani.
* Karya-karya yang dikarang Aristoteles sehubungan dengan ajarannya

► Logika
► Filsafat alam
► Psikologi
► Biologi
► Metafisika
► Etika
► Politik dan ekonomi
► Retorika dan Poetika


b. Perkembangan dalam karya-karya Aristoteles
► W. Jeager
              Menurut W. Jeager perkembangan filsafat Aristoteles meliputi tiga zaman:
♦ Dalam zaman pertama, Aristoteles menganut filsafat Plato di Akademia. Di sini ia menulis dialog-dialognya dan beberapa bukunya yang besar.
♦ Zaman kedua Aristoteles berada di Assos. Dalam zaman ini Aristoteles berbalik dari Plato dan mengkaritiknya tentang Ide-ide dan membentuk filsafatnya sendiri.
♦ zaman ketiga Aristoteles mengajar di Lykeion. Di sini minatnya terutama di pusatkan pada penyelidikan empiris.

► F. Nuyens
              F. Nuyens mencari satu norma yang menentukan perkembangan filsafat Aristoteles. Norma yang diusulkan ialah  tiga pendapat Aristoteles tentang hubungan antara jiwa dan tubuh. Pertama Aristoteles menganut suatu dualisme dengan menganggap jiwa bertentangan dengan tubuh. Kedua, Aristoteles menekankan kerjasama antara jiwa dan tubuh. Ia memandang tubuh sebagai alat yang digunakan jiwa. Ketiga, ia menekankan kesatuan jiwa dan tubuh. Jiwa tidak lagi dianggap baka.





3. Logika
a. Nama dan fungsi logika
              Nama “logika” pertama kali muncul pada Cicero dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias untuk pertama kali menggunakan logika dalam arti yang sekarang yaitu ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Aristoteles menggunakan istilah “analitika” dalam menyelidiki argumentasi yang bertitik tolak dari putusan yang benar , dan memakai istilah “dialektika”untuk menyelidiki argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis. Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan berpikir secara ilmiah.

b. Induksi dan deduksi
              Menurut Aristoteles, pengetahuan dapat dihasilkan melalui dua jalan. Jalan pertama ialah induksi yang bertitik tolak dari kasus-kasus khusus. Induksi menghasilkan pengetahuan yang umum. Jalan yang kedua ialah deduksi. Deduksi bertitik tolak dari dua kebenaran yang tidak disangsikan, dan atas dasar itu disimpulkan kesimpulan yang ketiga.

c. Silogisme
              Penemuan Aristoteles mengenai logika dan silogisme mempunyai peran sentral dalam kebanyakan karyanya tentang logika. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri dari tiga preposisi, dan setiap preposisi terdiri dari dua unsur. Yang pertama, tentang apa sesuatu dikatakan dan yang kedua apa yang dikatakan.

4. Fisika
a. Objek fisika
              Dalam fisika Aristoteles mempelajari gerak spontan benda-benda jasmani. Dia membedakan dua macam gerak, yaitu gerak karena kekerasan dan gerak spontan. Oleh Aristoteles, gerak disamakan dengan perubahan pada umumnya.




b. Analisis mengenai gerak
              Gerak itu tidak lain dari pada peralihan dari potensi ke aktus. Sesuatu yang potensial menjadi aktual, itulah proses yang berlangsung dalam gerak. Dengan membedakan potensi dan aktus, Aristoteles berhasil mengartikan gerak.
              Berhubungan dengan aktus dan potensi, Aristoteles membedakan juga bentuk dan materi. Materi dan bentuk merupakan dua konsep yang korelatif, sehingga materi tidak pernah lepas dari bentuk tertentu. Aristoteles berpendapat bahwa ada satu materi yang sangat fundamental yang dinamakan dengan materi pertama. Materi pertama ini tidak pernah dapat dilepaskan dari segala bentuk. Karena materi inilah kita dapat mengerti perubahan.

c. Keempat penyebab
              Menurut Aristoteles tugas ilmu pengetahuan ialah mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat penyebab, yaitu:
  • Penyebab efisien, yaitu faktor yang menjalankan kejadian
  • Penyebab final, yaitu tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian
  • Penyebab material, yaitu bahan dari mana benda dijadikan
  • Penyebab formal, yaitu bentuk yang menyusun bahan

d. Physis
              Aristoteles memilih kata physis (tumbuh, lahir dari) untuk menunjukkan prinsip perkembangan yang terdapat dalam semua benda alamiah. Menurut Aristoteles, mahluk-mahluk yang boleh disebut fisis ialah tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan keempat anasir.

e. Teleologi
              Istilah “teleologi” dimaksudkan bahwa dunia mempunyai suatu tujuan yang berfungsi demikian rupa, sehingga perkembangan dunia tergantung pada tujuan itu. Aristoteles sering menguraikan teleologinya dengan membandingkan alam semesta dengan seorang manusia. Teleologi juga mencakup alam yang tidak hidup, yang terdiri dari keempat anasir. Dengan pendapat Arirtoteles mengenai teleologi, ia mengkritik anggapan Empedokles dan para Atomis.
f. Susunsn jagat raya
              Menurut Aristoteles, kosmos seluruhnya terdiri dari dua wilayah yang sifatnya sangat berbeda, ysitu wilayah bumi dan wilayah bulan dan planet-planet. Aristoteles membantah bahwa jagat raya tidak mempunyai batas. Menurut dia jagat raya terbatas dan berbentuk bola. Menurut dia, jagat raya juga tidak mempunyai permulaan dalam waktu dan tidak diciptakan. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa jagat raya adalah kekal dan tidak mungkin dimusnahkan. Mengenai pendapatnya tentang bumi, ia mengkritik pendapat Pythagorean bahwa bumi adalah planet yang beredar mengelilingi api sentral.

5. Psikologi
              Psikologi sebenarnya tidak merupakan cabang ilmu pengetahuan tersendiri, melainkan terhitung dalam fisika. Objek penyelidikan psikologi mencakup hal-hal yang fisis atau alamiah, yaitu mahluk-mahluk fisis atau yang mempunyai psykhê (jiwa). 

a. Jiwa
              Bagi Aristoteles, jiwa adalah perinsip hidup sebagai mana terdapat dalam Plato. Itu berarti semua yang hidup mempunyai jiwa. Pandangan Aristoteles mengenai jiwa tidak jauh berbeda dengan dualisme Plato.
              Tapi, dalam De anima pandangannya mengenai jiwa dan badan dianggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu substansi saja. Dua aspek yang mempunyai hubungan sebagau materi dan bentuk. Badan adalah materi dan jiwa adalah bentuknya, badan adalah potensi dan jiwa adalah aktus.

b. Pengenalan indrawi
              Dalam proses pengenalan indrawi kita menerima bentuk benda tanpa materinya. Untuk mengerti maksud Aristoteles kita harus mengetahui bahwa menurut dia semua kualitas terdap dalam semua benda-benda sendiri. Seperti warna adalah campuran dua warna yang berlawanan, yaitu hitam dan putih dalam proporsi tertentu.



c. Pengenalan rasional
              Aktivitas rasio tidak terbatas pada suatu aspek saja yang terdapat dalam kenyataan. Rasio dapat menangkap segala sesuatu yang ada, dan ia juga berpendapat bahwa rasio dapat “menjadi” segala sesuatu. Dalam pengenalan rasional suatu bentuk diterima oleh rasio bukan suatu bentuk indrawi, melainkan bentuk intelektual.
              Aristoteles membedakan dua fungsi dalam rasio manusia. Pertama, adalah rasio pasif yang menerima esensi suatu benda. Dan yang kedua, adalah rasio aktif yang menampilkan esensi-esensi yang diterima oleh rasio pasif. Dalam sejarah filsafat di kemudian hari, Alexander dari Aphrodisias beranggapan bahwa rasio aktif itu harus disamakan dengan rasio Allah. Namun, pendapat ini tidak dapat diterima karena Aristoteles sendiri tidak membedakan dalam jiwa rasio pasif dan rasio aktif.
              Ibn Rushd berusaha mengartikan pendapat Aristoteles mengenai rasio dengan prinsip metafisikanya. Menurut dia rasio pasif dan rasio aktif harus disamakan yang membentuk satu substansi rohani. Anggapan ini disebut dengan “monopsikisme” (ajaran mengenai satu jiwa). Dari ini Ibn Rushd harus menyangkal bahwa jiwa bersifat baka. Dan ini pada abad ke-13 dibantah dengan keras terutama oleh Thomas Aquinas.

6. Metafisika
a. Nama metafisika
              Nama “metafisika” sudah digunakan sejak abad ke-3 SM dan mempunyai hubungan erat dengan mazab Aristotelian. Iastilah metafisika dipilih untuk menunjukkan bahan yang dipelajari harus sesudah karya mengenai fisika, karena metafisika membahas mengenai aspek-aspek yang paling fundamental dari kenyataan.

b. Nama-nama lain
·         Dalam buku I Aristoteles menamakan metafisika sebagai “kebijaksanaan” (sophia). Kebijaksanaan merupakan ilmu yang mencari prinsip-prinsip yang paling fundamental dan penyebab-penyebab pertama.
·         Dalam buku IV Aristoteles mengatakan bahwa ada satu ilmu yang bertugas mempelajari “yang ada, sejauh ada”. Maksudnya tidak lain dari pada metafisika. Mempelajari “yang ada sejauh ada” berarti menyelidiki kenyataan seluruhnya menurut aspek yang paling umum, yakni sejauh ada. Dalam arti ini metafisika dapat disebut ilmu yang tertinggi.
·         Dalam buku VI dikatakan bahwa ilmu yang tertinggi mempunyai objek yang paling luhur dan sempurna yang dinamakan “filsafat pertama” atau disebut theologia.

c. Kritik atas Plato
              Dalam metaphysica terdapat kritik Aristoteles mengenai Ide-ide atau Bentuk-bentuk. Aristoteles menjelaskan bahwa Plato memperduakan realitas dengan cara yang berlebihan. Satu argumen lagi yang menjelaskan bahwa Ide dan Bentuk bersifat individual dan tidak mungkin bersifat umum.
              Mengenai ilmu pengetahuan Aristoteles menyetujui pendapat Plato bahwa ilmu pengetahuan berbicara tentang yang umum dan bukan yang individual. Tetapi, esensi tidak berdiri sendiri. Yang ada dalam kenyataan hanyalah benda-benda konkret.

d. ”Yang ada” mempunyai pelbagai arti
              Menurut Aristoteles arti primer atau utama dari kata “ada” adalah “substansi”. Substansi itu sendiri berarti “yang berdiri sendiri”. Disamping substansi terdapat “aksiden-aksiden” yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, namun dapat dikenakan pada yang berdiri sendiri. Aksiden-aksiden hanya bisa berada dalam sunstansi dan tidak pernah lepas dari padanya.

e. Ajaran tentang Allah
              . Pandangan lain mengenai ajaran Aristoteles adalah ajarang tentang Allah sebagai “Penggerak Pertama yang tidak digerakkan”. Dalam metaphysica Penggerak Pertama diterima untuk mengartikan gerak abadi yang terdapat di dunia. Penggerak Pertama ini harus bersifat abadi, sebagaimana gerak yang ditimbulkannya. Penggerak Pertama ini juga terlepas dari materi, karena materi mempunyai potensi untuk bergerak. Allah sebagai Penggerak Pertama tidak mempunyai potensi apa pun juga. Allah harus dianggap sebagai Aktus Murni.
              Menurut Aristoteles, aktivitas Allah sebagai Aktus Murni tidak lain dari pikiran saja, karena Allah bersifat immaterial. Karena itu ia harus disamakan dengan kesadaran atau pemikiran. Karena setiap pemikiran mempunyai objek, maka objek dari pemikiran ini ialah yang paling tinggi dan paling sempurna. 
              Aristoteles tidak mengakui Allah sebagai “Pencipta”, kerena seperti semula ia berpendapat bahwa jagat raya tidak punya permulaan. Allah hanya menyebabkan geraknya saja. Dalam pandangan Aristoteles tidak ada tempat untuk penyelenggaraan Allah, karena mustahil Allah menyelenggarakan dunia karena Ia tidak mengenal sesuatu pun diluar Dia.

7. Etika
a. Kebahagian sebagai tujuan
              Menurut Aristoteles tujuan yang tertinggi ialah kebahagian (eudaimonia). Terjemahan kebahagian sedikit pincang untuk kata eudaimonia dalam bahasa Indonesia. Kata eudaimonia tidak memaksudkan suatu perasaan subjektif, tetapi suatu keadaan manusia yang bersifat demikian sehingga segala sesuatu harus ada padanya terdapat pada manusia.

b. Kebahagiaan menurut isinya
              Menurut Aristoteles kebahagian harus disamakan dengan suatu aktivitas, bukan dengan potensial belaka karena aktus mempunyai prioritas terhadap potensi. Kebahagian manusia terdiri dari suatu aktivitas yang khusus untuk manusia saja dan mengakibatkan kesempurnaannya. Kesempurnaan manusia adalah aktualisasi dari kemungkinan tertinggi yang hanya terdapat pada manusia, yaitu rasio. Bagi manusia kebahagiaan ialah memandang kebenaran. Agar ia sampai pada kebahagiaan yang sungguh-sungguh ia harus menjalankan aktivitasnya “menurut keutamaan”, yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral.

c. Ajaran tentang keutamaan
              Menurut Sokrates dan juga Plato, keutamaan disamakan dengan pengetahuan. Dan menurut Sokrates keutamaan dapat diajarkan. Aristoteles tidak menyetujui pendapat dari Sokrates dan Plato ini. Menurut  pendapat Aristoteles yang bersifat paradoksal, kita memperoleh keutamaan dengan berlaku baik. Kita harus memulai melakukan  perbuatan-perbuatan yang baik secara objektif. Hidup menurut keutamaan dapat meyebabkan keutamaan pribadi, sihingga untuk selanjutnya perbuatan-perbuatan akan dilakukan karena keutamaan.

1. Keutamaan moral
              Aristoteles menggambarkan keutamaan moral sebagai suatu sikap watak yang memungkinkan manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrem yang berlawanan. Bagi Aristoteles, keutamaan baru merupakan keutamaan yang sungguh-sungguh jika kita mempunyai sikap yang tetap untuk memilih jalan tengah tersebut. Jalan tengah harus dipandang secara subjektif. Oleh karena itu, Aristoteles berpendapat bahwa rasio menetapkan pertengahan itu dan rasio harus melakukannya.

2. Keutamaan intelektual
              Menurut Aristoteles, rasio mempunyai dua fungsi. Pertama, rasio memungkinkan manusia untuk mengenal kebenaran yang disebut rasio teoretis. Kedua, rasio yang dapat memberikan petunjuk supaya orang mengetahui apa yang harus diputuskan dalam keadaan tertentu, dan ini dinamakan rasio praktis. Aristoteles membedakan dua macam keutamaan yang menyempurnakan rasio:
·         Kebijaksanaan teoretis
Aristoteles memilih kata sophia untuk menunjukkan kebijaksanaan teoretis atau kearifan. Kebujaksanaan merupakan suatu sikap tetap. Hanya sedikit orang yang memiliki kebujaksanaan teoretis, yaitu orang-orang terpelajar. Jalan menuju kebijaksanan teoretis ini meliputi seluruh pendidikan ilmiah.
·         Kebijaksanaan praktis
Aristoteles menggunakan kata phronêsis untuk menunjukkan kebujaksanaan praktis. Kebijaksanaan praktis adalah sikap jiwa yang memungkinkan manusia untuk mengatakan yang mana dari barang-barang konkret boleh dianggap baik untuk hidupnya. Keutamaan praktis ini tidak terlepas dari keutamaan moral. Keutamaan moral yang sejati selalu disertai sengan kebijaksanaan praktis.




d. Kehidupan ideal
              Aristoteles memandang yang terpenting dalam kebahagian manusia ialah memandang kebenaran. Aristoteles menolak adanya Ide-ide, tetapi mengakui adanya theôria (memandang kebenaran) yang adalah aktivitas manusia tertinggi. Hidup yang bahagia adalah hidup sebagai seorang filsuf. Karena rasio adalah suatu unsur ilahi dalam diri manusia, maka harus dikatakan pula bahwa menjalankan aktivitas rasio adalah suatu hidup ilahi.

8. Politik
              Dalam karya yang bernama politica, Aristoteles menhidangkan pikiran tentang negara atau politik. Namun, pada Aristoteles ada hubungan erat antara politik dan etika. Ajaran tentang negara meneruskan dan menyelesaikan etika.

a. Tujuan negara
              Aristoteles menyetujui pendapat Sokrates dan Plato dalam pendirian kaum Sofis bahwa negara itu berdasarkan adat kebiasaan dan bukan kodrat. Bagi Aristoteles negara itu tidak berasal dari inisiatif manusia, tetapi menurut kodratnya manusia hidup dalam negara. Ia mengatakan manusia zôion politikon. Ia menambahkan lagi bahwa suatu mahluk yang menurut kodratnya tidak hidup dalam polis bukan seorang manusia.

b. Rumah tangga
                   Karena negara terdiri dari banyak rumah tangga, maka Aristoteles harus mengkritik pendapat Plato bahwa para penjaga tidak boleh kawin dan memiliki barang pribadi. Untuk hidup menurut keutamaan, manusia perlu memiliki barang pribadi. Tetapi kekayaan tidak boleh ditambah dengan sembarang cara

c. Susunan negara yang paling baik
              Aristoteles membicarakan berbagai susunan negara yang dianggap paling baik. Ia menggolongkan semua susunan negara yang mungkin atas tiga macam konstitusi. Masing-masing konstitusi itu dapat menghasilkan bentuk negara yang buruk. Ketiga bentuk negara yang baik adalah monarki, aristokrasi dan politeia. Dan tiga bentuk negara yang sepadan dengannya ialah tirani, oligarki, dan demokrasi.

d. Nasib polis sesudah Aristoteles
              Dengan pembentukan kerajaan besar baik di Yunani dan sebagian negara Timur, polis Yunani sebagai kota merdeka dan otonom tidak mempunyai peran lagi. Kerajaan itu didirikan oleh Alexander Agung, anak didik Aristoteles. Saat itu kosmopolitisme berkembang. Orang Yunani tidak lagi merasa sebagai warga polis melainkan warga dunia.

9. Mazhab Peripatetis
              Para murid yang meneruskan karya Aristoteles dinamakan “Mazhab Peripatetis”. Nama ini berasal dari kata peripatos yang berarti tempat berjalan-jalan, yang menunjukkan ruangan yang dipakai Aristoteles sebagai tempat pengajaran. Para murid Aristoteles melanjutkan usaha gurunya, khususnya dalam penyelidikan ilmiah yang empiris.
              Ini adalah tiga orang dari antara anggota-anggota Mazhab Peripatetis pertama:
1.       Theophrastos dari Eresos, mengganti Aristoteles sebagai kepala Mazhab Peripatetis pada tahun 323/2. Ia telah mengerjakan segala bidang keahlian yang dikuasai Aristoteles. Ia juga boleh dianggap sebagai sejarawa filsafat yang pertama yang menulis suatu karya yang mengumpulkan semua pendapat dalam bidang filsafat alam
2.       Dikaiarkhos dari Messen, mengarang suatu karya tentang perkembangan budaya Yunani yang sering dikutip para pengarang kemudian.
3.       Strato dari Lampsakos, mengepalai Mazhab Peripatetis sesudah Theophrastos. Ia memusatkan perhatiannya pada fisika yang sangat dipengaruhi oleh Demokritos. Ia menolak teleologi dalam alam dan mencoba menerangkan kejadian-kejadian alam secara mekanis.


                    
             



1 komentar: