I. Pengantar
Setiap suku memiliki kisah yang hendak menceritakan
atau menyatakan sejarah suku itu. Kisah itu sering dimuat dalam satu cerita
atau mitos. Kisah tersebut akan selalu dikisahkan karena ada nilai yang mau
disampaikan darinya, misalnya saja mitos tentang asal-usul satu suku. Dari mana
asal-usul suku itu menjadi sangat fundamental bagi suku itu dalam menentukan
identitasnya. Bisa dikatakan mitos asal-usul itu adalah sejarah dari suku
tersebut. Mitos asal-usul tersebut menggambarkan tentang bagaimana kisah penciptaan
bumi dan manusia, serta darimana dan bagaimana suku itu terbentuk pada mulanya
digambarkan secara singkat pada satu kisah yang telah ada dalam suku itu. Kisah
asal-usul seperti itu dimiliki juga oleh suku Karo, yaitu kisah Tuan Bagunda
Raja dan Manuk si Nanggur Dawa. Kisah ini menceritakan bagaimana bumi dan
manusia Karo tercipta pada awalnya.
Dewasa ini, asal usul itu dapat dikritisi dengan
perkembangan agama yang ada. Baik suku Karo maupun suku yang lain telah
dimasuki agama Kristen yang percaya bahwa asal usul semua yang ada, baik
manusia maupun bumi ini berasal dari Allah yang adalah pencipta satu-satunya.
Dengan pengaruh agama ini, bagaimana suku Karo mengambil sikap? Apakah dia
tetap mempertahankan mitos asal-usul dari suku itu sendiri atau beralih kepada
mitos yang ada dalam agama yang mereka peluk sekarang? Hal ini tidak akan
dibahas dalam tugas ini. Yang mau dibahas ialah bagaimana mitos asal-usul dalam
suku Karo itu jika dibandingkan dengan kisah penciptaan dalam Kitab Suci.
II. Mitos Penciptaan Suku Karo
TUAN BAGUNDA
RAJA DAN
MANUK SI NANGGUR DAWA[1]
Menurut cerita ada seorang putri yang bernama Inang
Saribu Tua yang mempunyai seorang putra bernama Tuan Bagunda Raja. Tuan Bagunda
Raja dipandang sebagai keturunan seorang dewa dan tinggal di kayangan. Tuan
Bagunda Raja memiliki delapan paman yang menjadi raja di delapan penjuru mata angin.
Setelah dewasa ia memilih untuk menikah dengan putri pamannya yang menjadi raja
di sebelah timur yang disebut Purba, karena putri pamannya yang lain semua
memiliki cacat. Setelah menikah dia tinggal di rumah pamannya di Purba.
Setelah sekian lama tinggal di rumah pamannya itu,
tanpa minta izin Tuan Bagunda Raja pergi bersama isterinya dan pulang
kerumahnya di kayangan. Setelah sekian lama dia tinggal dengan isterinya di
kayangan, namun dia belum juga mendapat anak. Karena itu, Tuan Bagunda Raja
memeriksa isterinya kepada orang sakti. Dari pemeriksaan itu, ternyata isteri
Tuan Bagunda Raja tidak dapat mengandung karena kesalahan mereka telah pergi
tanpa permisi kepada pamannya yakni Kalimbubu
Tuan Bagunda Raja. Maka Tuan Bagunda Raja dan isterinya pergi ke Purba untuk
meminta maaf atas kesalahan yang telah mereka buat. Setelah mereka meminta
maaf, tidak lama kemudian mengandunglah isteri Tuan Bagunda Raja.
Setelah isteri Tuan Bagunda Raja mengandung, pada suatu
saat dia mendengar ada suara dari perut isterinya. Ternyata itu adalah suara
anaknya yang berbicara. Anak yang ada dalam kandungan itu berkata kepada Tuan
Bagunda Raja bahwa dia adalah seorang anak laki-laki, dan akan dinamai Tuan
Paduka Aji. Dia akan menguasai dan tinggal di dunia bawah.
Setelah melahirkan, tidak lama kemudian mengandung
lagilah isteri Tuan Bagunda Raja. Dan dia kembali mendengar ada suara dari
perut isterinya yang merupakan suara anaknya. Anak itu berkata, dia adalah anak
laki-laki dan harus dinamai Tuan Banua Koling. Dia akan memelihara dan tinggal
di dunia tengah.
Setelah putra Tuan Bagunda Raja yang kedua lahir dan
telah dewasa, dia ditempatkan sesuai dengan permintaannya, yaitu memelihara dan
tinggal di dunia tengah. Maka Tuan Bagunda Raja menggantungnya di tali sutera dan
menciptakankan dunia tengah yaitu bumi ini.
Pada suatu ketika, ayam Tuan Bagunda Raja bertanya
kepada Tuan Banua Koling kapan ia akan menikah. Dia menjawab bahwa itu
tergantung kepada kedua orang tuanya. Maka Manuk Si Nanggur Dawa menyampaikan
itu kepada Tuan Bagunda Raja dan isterinya. Lalu ibunya mengirim satu kotak
kepada Tuan Banua Koling melalui ayam Tuan Bagunda Raja. Isi kotak itu akan
berubah menjadi isteri Tuan Banua koling jika dibuka setelah empat hari. Tapi
kotak itu dibuka sebelum empat hari oleh Tuan Banua Koling karena tidak sabar.
Maka isi kotak itu berubah menjadi setan.
Setelah itu, ibunya mengirim kembali satu kotak.
Tetapi, Tuan Banua Koling tetap membuka kotak itu sebelum waktunya. Isi dari
kotak itu merubah menjadi hantu air yang bernama Sidangbela. Sekali lagi ibunya
mengirim satu kotak yang berisi boneka. Kotak ini dibuka oleh Tuan Banua Koling
tepat pada waktunya. Maka boneka itu berubah menjadi wanita cantik yang menjadi
isteri Tuan Banua Koling.
Setelah Tuan Banua Koling menikah, ibunya mengandung
lagi, dan melahirkan seorang putri bagi Tuan Bagunda Raja dan diberi nama
Dibata Kaci-Kaci. Sesuai dengan permintaanya dia diberi jabatan sebagai juru
damai di antara saudara-saudaranya.
Tibalah saatnya bagi isteri Tuan Banua Koling
melahirkan. Isteri Tuan Banua Koling melahirkan tujuh anak laki-laki dan tujuh
anak perempuan. Tapi mereka itu semua malas bekerja. Dari itu, Tuan Banua
Koling membunuh mereka semua karena marah. Namun, mereka berubah menjadi tujuh
matahari dan tujuh bulan. Setelah mereka menjelma menjadi matahari dan bulan,
keadaan bumi menjadi sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.
Karena melihat keadaan itu, kakek mereka Tuan Bagunda Raja membinasakan enam matahari
dan enam bulan dan menyisakan satu matahari dan satu bulan.
Setelah itu isteri Tuan Banua Koling melahirkan kembali
delapan anak laki-laki. Dan mereka semua menjadi penguasa di delapan penjuru
bumi dan bersama-sama juga memelihara kerukunan dan keselamatan bumi.
III. Komentar atas Cerita
Mitos penciptaan Karo di
atas menampilkan dua tokoh pada awal cerita. Dua tokoh itu adalah Inang Saribu Tua dan putranya Tuan Bagunda
Raja. Mereka adalah dewa yang hidup di kayangan bukan di bumi. Mereka ditampilkan
memiliki sifat dan kebiasaan seperti manusia. Diceritakan bahwa Tuan Bagunda
Raja menikah. Dari pernikahan Tuan Bagunda Raja inilah akan dimulai bagaimana
bumi dan manusia ada dalam suku Karo. Sangat tampak dengan jelas untuk memulai
kisah penciptaan ini, terlebih dahulu diawali dengan kisah yang berbelit-belit.
Dalam mitos Karo awal penciptaan diawali dengan
kelahiran anak-anak Tuan Bagunda Raja yang menjadi manusia. Ada dua putra Tuan Bagunda Raja, yakni Tuan
Paduka Aji dan Tuan Banua Koling. Manusia bukan dicipta tapi buah dari
pernikahan dewa. Bumi ditampilkan sebagai hadiah kepada anak kedua dari Tuan
Bagunda Raja, yakni Tuan Banua Koling dan bumi akan dikuasai olehnya. Bumi
diciptakan kemudian setelah manusia diciptakan. Setelah itu ditampilkan
asal-usul kejahatan yang pada dasarnya adalah akibat dari ketidaksabaran
manusia, sehingga sikap itu melahirkan setan-setan yang ada di bumi. Sebagai
pendamai antara kedua anak laki-laki dari Tuan Bagunda Raja lahirlah seorang
putri. Dia ditampilkan sebagai pendamai antara dunia bawah dan dunia tengah.
Kemudian diceritakan kisah asal-usul benda-benda
penerang. benda-benda penerang itu adalah penjelmaan dari keempat belas anak
Tuan Bangunda Koling yang dibunuh. Keempat belas anak itu jahat dan malas, maka
sikap itu menimbulkan kemarahan sehingga mereka semua dibunuh. Ketujuh putra
Tuan Bagunda Koling berubah menjadi tujuh matahari, dan ketujuh putrinya
menjadi tujuh bulan. Tujuh matahari menumbulkan hawa yang sangat panas di siang
hari, dan tujuh bulan menimbulkan hawa yang sangat dingin di malam hari. Maka
Tuan Bagunda Raja membunuh enam matahari dan enam bulan. Pada akhirnya yang
tersisa ada satu matahari dan satu bulan yang memelihara hawa di siang dan
malam hari.
Setelah semua keturunan
pertama Tuan Banua Koling meninggal, dia mendapat kembali delapan anak
laki-laki yang tersebar didelapan penjuru bumi. Mereka ditampilkan sebagai
penguasa dan penjaga kedamaian di seluruh muka bumi. Delapan penjuru bumi mau
menyatakan seluruh permukaan bumi.
IV. Perbandingan Mitos Penciptaan Karo dengan Kisah Pencipta
Kej. 1:1-11
Jika kita membandingkan
kisah di atas dengan Kej. 1:1-11 sangat tampak perbedaan yang sangat jelas.
Dalam Kej.1:1, tampak pelaku utama dan satu-satunya yang tampak sebagai
pencipta adalah Allah. Seluruh bumi dalam keadaan kacaubalau dan tidak
berbentuk. Allah dengan kreativitasNya mulai memberi bentuk dan menciptakan
segala yang ada di muka bumi. Ini tampak dalam Kej.1:1 sebagaimana
diproklamasikan pada ayat itu.[2]
Sedangkan pada mitos asal-usul Karo di atas yang
ditampilakan dua tokoh ibu dan anak yaitu Inang Saribu Tua dan putranya Tuan
Bagunda Raja. Kisah hidup anak itulah yang akan ditampilkan sebagai asal-usul
manusia dan dunia kemudian. Manusia ada bukan dari kreativitas dewa itu yang
mencipta, tapi dari pernikahannya. Dia tidak ditampilkan sebagai yang berkuasa
untuk mencipta dari ketiadaan. Bumi juga tampak tidak disentuh sedikit pun oleh
sang dewa, baik mengatur atau mencipta yang belum lengkap pada bumi tersebut.
Pada Kej 1 Allah mencipta secara teratur dari hari
pertama sampai hari keenam. Penciptaan Allah itu menampilkan lima hal, yakni ada pemberitahuan, perintah,
laporan, evaluasi dan bingkai waktu. Kelima hal ini juga mengungkapkan
keteraturan karya Allah. Ada
pemberitahuan bahwa Allah mencipta hanya dengan berfirman. Ini melambangkan
salah satu bentuk kemahakuasaan Allah. Pada saat Allah berfirman ada perintah
supaya apa yang dikehendaki-Nya terjadi. Setelah Allah memerintah ada laporan
bahwa yang diperintahkan-Nya itu terjadi, dan semua yang dijadikan itu baik
adanya. Pada bagian terakhir yang mau dinyatakan bahwa Allah mencipta itu dalam
suatu bingkai waktu, ini dapat dilihat dengan kata-kata “Jadilah petang,..jadilah pagi..”.[3]
Mitos Karo yang di atas tersebut jauh dari keteraturan.
Meski ada bagian-bagian yang ditampilkan, tetapi tidak dengan perhitungan yang
baik. Kitab Kejadian menampilkan Allah
menciptakan terlebih dahulu semua yang penting bagi kehidupan. Allah tidak
langsung menciptakan manusia sebelum kebutuhannya untuk hidup tersedia.
Sedangkan pada mitos asal-usul tersebut
tidak ada perhitungan yang sedemikian matang. Manusia ada mendahului bumi dan benda-benda
penerang yang ada dalam alam semesta. Berarti ada yang janggal di sini. Sebelum
bumi dan benda penerang yang berasal dari anak-anak Tuan Banua Koling ada, bisa
dikakatakan manusia hidup dalam kegelapan. Hal-hal seperti ini yang tidak
diperhitungkan sebelumnya dalam mitos asal-usul tersebut.
Bagaimana hakikat dari ciptaan itu masing-masing? Ini
merupakan pertanyaan yang penting juga untuk melihat perbandingan di antara
kedua kisah tersebut. Dalam kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian, kita
menemukan bahwa semua yang diciptakan Allah selalu diakhiri dengan kata-kata “Allah melihat semua itu baik”. Ini
menyatakan bahwa semua ciptaan Allah itu pada dasarnya sudah baik adanya.
Cipataan itu baik adanya karena berasal atau diciptakan oleh Dia yang Mahabaik dan
sumber segala yang baik. Bagaimana hakikat ciptaan itu dalam mitos asal-usul
Karo diatas?
Jika dibandingkan dengan penjelasan di atas, kiranya
sungguh tampak perbedaan hakikat ciptaan yang jelas antara keduanya. Allah
sebagai pencipta dalam Kitab Kejadian adalah sosok yang sangat berkuasa yang
mencipta hanya dengan firman-Nya, sedangkan sosok dewa pada mitos di atas bukanlah
pencipta yang sungguh berkuasa tetapi hanya sebatas tokoh asal-usul yang dari
keturunannya manusia berasal. Dia tidak memiliki kuasa untuk mencipta seperti
Allah. Dari hal ini kita bisa melihat bahwa semua yang berasal dari dia itu
tidak memiliki hakikat yang sungguh-sungguh baik seperti ciptaan Allah itu
sendiri. Sebagai contoh adalah asal-usul matahari dan bulan. Benda-benda
penerang ini ada bukan didasari hal yang baik pada awalnya, tetapi dari sikap
marah akibat kemalasan dan kejahatan manusia. Ini menampilkan bahwa hakikat
dari ciptaan dalam mitos diatas ada juga yang tidak baik pada awalnya.
V. Kesimpulan
Dengan ini tampak jelas bahwa kisah asal-usul Karo itu
sungguh sangat berbeda dari kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian tersebut. Kisah
asal-usul Karo itu memiliki banyak kelemahan dalam beberapa hal seperti
perhitungan yang kurang matang untuk mencipta. Jika dicermati kiranya tidak
masuk akal manusia ada sebelum bumi ada. Kelemahan yang lain ada dalam sifat
dewa yang kurang baik, ini berbeda dengan sifat Allah dalam Kitab Kejadian.
Allah adalah yang berkuasa dan Mahabaik. Sifat dewa yang kurang baik itu tampak
pada awal cerita itu, ketika dia meninggalkan rumah pamannya tanpa permisi
terlebih dahulu. Disini sudah ada satu prilaku yang kurang sopan dalam diri
sang dewa sendiri. Dalam suku Karo, menantu yang kurang menghargai mertuanya
merupakan prilaku yang kurang terpuji. Sikap inilah yang ditampilkan pertama
dalam kisah itu. Sikap itu secara langsung telah menampilkan kelemahan dari kisah
asal-usul rakyat Karo itu sendiri. Meski banyak hal-hal yang tidak sebanding
kita temukan dalam kisah tersebut, namun kisah itu memiliki nilai-nilai yang
sangat dihargai oleh suku Karo. Nilai-nilai itu akan tetap ada jika kisah itu
diceritakan kembali bagi suku Karo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar