Sabtu, 26 Mei 2012

MORAL: Memahami Suara Hati (Oleh: Jani Anwar)




Pengantar
            Bayak orang memandang suara hati sebagai penghalang kehendak menusia untuk melakukan apa yang mereka ingini. Manusia merasa tidak nyaman dengan suara hati yang selalu mendesak mereka untuk melakukan yang baik dan meninggalkan sesuatu yang jahat, meski tidak dingini. Untuk itu suara hati harus mereka tekan dan abaikan.[1]
            Suara hati sering berbicara pada saat-saat yang tidak diingini manusia, di mana manusia sudah membuat suatu rencana, tetapi suara hati tidak setuju dan memaksa manusia untuk berbuat yang lain. Oleh karena itu, kebanyakan manusia ingin lepas dan bebas dari desakan suara hati. Padahal, bagi manusia sendiri, suara hati dapat menjadi satu sumber yang paling berharga sebagai pedoman dalam setiap situasi dalam hidup manusia. Suara hati dapat dijadikan pedoman yang paling baik dan terpercaya setelah Kitab Suci, karena Allah memberi petunjuk-Nya juga dalam hati nurani atau dalam sanubari terdalam dari setiap manusia.[2]

Pengertian Suara Hati
            Bagi orang yang sudah terbiasa menggunakan suara hati atau setidaknya sudah sering dengan hal-hal perbuatan baik, suara hati tidak akan mendesak mereka atau membayang-bayangi mereka dalam setiap tingkah laku mereka. Tetapi, jika seseorang melakukan satu tindakan yang bertentangan dengan suara hati, dia tidak akan merasa tenang dan nyaman dengan dirinya sendiri. Hati dan perasaannya akan terus-menerus merasa terbebani oleh rasa besalah. Suara hati akan mendesaknya untuk memperbaiki sikap dan tindakanya yang menyimpang itu, yakni meminta maaf kepada sesama dan Tuhan sendiri. Setelah meminta maaf barulah perasaannya akan pulih kembali dalam ketenangan .[3]
            Mengapa suara hati selalu mendesak manusia untuk berbuat baik? Hal ini terjadi karena suara hati adalah hukum yang tertanam dalah hati nurani manusia sendiri. Suara hati selalu meyerukan kebenaran dan mendesak untuk mencintai kebaikan. Itulah hukum dalam diri dan hati manusia yang ditulis oleh Allah sendiri. Dari hukum itulah martabat manusia dinilai, yakni dari setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan hukum yang ada dalam dirinya itu, yakni suara hatinya.[4]

Fungsi Suara Hati    
            Seluruh reaksi suara hati akan bertindak sesuai fungsinya dipengaruhi juga oleh latarbelakang peribadi setiap manusia. Orang Kristen khususnya tergantung oleh kematangan dalam berpikir dan beriman. Hal ini didasari oleh Kitab Suci sendiri. Jika seseorang sudah mengerti dan pemahaman Kitab Suci serta hal itu sudah ditanamkan di dalam dirinya, maka suara hati itu akan lebih baik mempengaruhi tindakan setiap manusia itu. Kehendak Allah akan selalu mengambil bagian dalam setiap tindakan manusia tersebut melalui suara hatinya.[5]
            Jika manusia tidak bertindak sesuai dengan kehendak Allah meski disaat yang kurang disadarinya sekalipun, setidaknya dia akan disadarkan oleh desakan suara hatinya. Dalam suara hati itulah Allah sudah bertindak dan ambil bagian dalam tingkah lakunya. Dengan demikian, melalui suara hati Allah senantiasa menuntun langkah hidup manusia.[6]
            Suara hati membisikkan kehendak Allah dalam diri manusia karena suara hati merupakan Taurat dalam dirinya sendiri. Taurat yang tertulis dalah hati manusia itu akan menjadi kesaksian bagi manusia atas kesetiaan dan ketidaksetiaannya kepada Allah, karena orang yang setia mengikuti bimbingan suara hatinya adalah orang yang setia pada Allah, dan yang menekan suara hatinya adalah orang yang mengabaikan kehendalak Allah. Suara hati adalah saksi bagi manusia atas kesetiaanya kepada Allah. Manusia tidak bisa menutupi tingkah lakunya dari suara hatinya.[7] 

Refleksi Singkat
            Saya sebagai seorang religius yang sedang menjalani studi, bersyukur atas mata kuliah Moral Fundamental. Secara khusus setelah mempelajari tentang Suara Hati. Dengan mengetahui arti dan fungsi dari suara hati ini, saya merasa sudah berada dalam pengertian yang salah selama ini. Saya mengetahui bahwa suara hati dapat menjadi pedoman bagi manusia, tetapi hanya dalam situasi yang mendesak. Ketika ada pilihan yang membingungkan, disitulah suara hati berperan memberi keputusan. Pada saat kita masih memiliki teman yang bisa diajak untuk berbagi, kita tidak perlu mendengar suara hati. Inilah yang saya mengerti selama ini.
            Setelah mempelajari Suara Hati dalam perkuliahan ini, saya menjadi lebih paham tentang arti dan fungsi dari suara hati itu. Ternyata bukan hanya mengambil keputusan disaat yang membingungkan fungsi dari suara hati. Tetapi lebih dari itu, ternyat Allah sendiri berperan di dalammya. Suara hati dapat mengarahkan setiap saat tindakan saya sesuai dengan kehendak Allah. Disaat mendengar suara hati saya dapat mengetahui apakah rencana dan tindakan saya baik atau tidak baik. Suara hati sendiri dapat menilainya. Tetapi ini tidak saya mengerti selama ini. Hal inilah yang membuat saya sadar bahwa selama ini saya sudah berada dalam pengertian yang salah mengenai suara hati. Dari pengalaman saya pribadi, suara hati sangat jarang saya dengarkan sebagai hukum dan pedoman dalam diri saya.



Daftar Pustaka


White, Jerry. Kejujuran, Moral, dan Suara Hati, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987.
Katekismus Gereja Katolik
Paulus II, Yohanes. Veritatis Splendor (Cahaya Kebenaran), Ensiklik Kepada Semua Uskup Geeja Katolik, Jakarta:Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1994.


[1] Jerry White, Kejujuran, Moral, dan Suara Hati, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 8.
[2] Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm. 8.
[3] Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm. 9-10.
[4] Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor (Cahaya Kebenaran), Ensiklik Kepada Semua Uskup Geeja Katolik, (Jakarta:Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1994), hlm115-116; bdk. Katekismus Gereja Katolik, no. 1777 dan 1778.
[5] Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm. 10.
[6] Jerry White, Kejujuran, Moral…, hlm. 11.
[7] Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor…, hlm. 118-119.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar