1.
Pengantar
Dunia
Politik adalah dunia yang penuh dengan segala kompleksitas. Negara yang
memiliki kosmos politik senantiasa akan selalu berjalan ke arah yang lebih
baik. Artinya, ruang gerak politik dalam kenegaraan tidak dihimpit oleh nilai-nilai
lain. Hal inilah yang coba diusung oleh Niccolo Machiavelli tatkala pada masa
hidupnya politik ditunggangi oleh nilai-nilai lain.
Di
satu sisi pemikiran dari Machiavelli serentak membawa ‘angin segar’ bagi masyrakat
yang merasa ‘gerah’ pada masa ambang modernitas. Pada masa ambang modernitas masyarakat
dihadapkan pada situasi antara meninggalkan pola lama atau terbuai pada pola
lama. Pola lama dianggap tidak membawa perubahan yang lebih baik atau pola lama
yang telah memberi kemapanan.
Machiavelli
berani tampil untuk membongkar stagnasi yang terjadi pada masa itu melalui
pemikiran-pemikiran yang radikal.
2.
Riwayat Hidup
2.1.
Masa Muda
Niccolo
Machiavelli lahir pada tanggal 3 Mei 1469 di kota Florence di Jazirah Italia.
Ia adalah putra seorang ahli hukum dan bangsawan Toskana.[1] Machiavelli lahir ketika
ketika Lorenzo Agung memegang kekuasaan. Ayahnya yang mempunyai keahlian di
bidang hukum, bekerja sebagai pegawai pemerintah pada kantor pajak. Ayahnya
dengan penuh perhatian mendorong Machiavelli untuk mengenyam pendidikan yang
terbaik pada saat itu. Ayahnya mempunyai harapan, agar Machiavelli menjadi
seorang teknokrat[2].
Sedangkan ibunya berharap agar Machiavelli menjadi seorang imam, tetapi akhirnya
Machiavelli sendiri kemudian berkembang menjadi seorang politikus dengan
ide-ide yang konkret, praktis, dan peka terhadap prioritas-prioritas tindakan.[3] Ketika usia Machiavelli
hampir mencapai tiga puluh tahun, ia telah merasakan dan melihat sendiri
bagaimana situasi politik Negara Florence yang mengalami beberapa kali
pergantian pemimpin. Berbagai peristiwa politik yang terjadi pada waktu itu,
memberi kesan yang mendalam pada Machiavelli. Ia menyaksikan berakhirnya
kekuasaan keluarga Medici. Runtuhnya kekuasaan yang tidak didukung oleh rakyat
dan bagaimana Savoranola menerapkan manajemen baru yang tidak didukung oleh
kaum elite Negara. Machiavelli melihat sendiri ketidakstabilan kesadaran
politik rakyat biasa, karena pengaruh permainan
politik golongan aristokrat.
2.2
Masa jaya
Sesudah
kekuasaan teokratis Savoranola jatuh, berdirilah republic Florence yang
dipimpin oleh Soderini. Pada masa pemerintahan Soderini, Machiavelli pelan-pelan
mulai tampil di hadapan publik. Soderini adalah teman baik Machiavelli,
sehingga ia kemudian diangkat menjadi sekretaris dan merangkap sebagai anggota
majelis sepuluh, sebuah badan penasihat presiden yang berwenang memberi nasihat
dalam bidang militer dan mengirim duta atau diplomat ke Negara-negara tetangga.
Machiavelli menjadi politikus paraktis selama empat belas tahun. Beberapa misi
diplomatik yang dilakukan Machiavelli anatara lain, bertemu dengan raja Louis
yang bertujuan untuk membantu Florence melanjutkan perang dengan Negara-negara
Pisa. Pada tahun 1503, Machiavelli menuju Roma untuk melaporkan pemilihan dan
kebijaksanaan Paus Julius II. Machiavelli dalam setiap perjalananya ke beberapa
Negara, selalu melaporkan hasil pengamatannya atas kondisi-kondisi politik
Negara yang ia kunjungi. Machiavelli menjadi pencetus pertama ide untuk
pertahanan dan keamanana dari Negara modern. Pada tahun 1512, berakhirlah
Republik Florence yang menyebabkan berakhir pula karier Machiavelli sebagai aktivis
politik.
2.3
Masa Jelata
Pada
tahun 1512 Florence kembali dikuasai keluarga Medici Lorence. Machiavelli yang
menjadi rekan kerja Soderini disingkirkan dan menjadi warga Negara Florence
yang marjinal, masuk menjadi kelompok rakyat biasa. Pada tahun 1513,
Machiavelli dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan terlibat dalam komplotan
melawan penguasa yang sah, Medici. Berkat
bantuan para sahabatnya yang masih berpengaruh dalam pemerintahan, Machiavelli
dibebaskan dari hukuman penjara. Namanya pun dipulihkan. Kemudian Machiavelli
menghabiskan masa hidupnya di perkebunan kecil miliknya di luar kota Florence
daerah San Cassiano, bersama dengan istrinya Marietta Corsini dan keenam anaknya. Pada tahun 1527 dia meninggal
dunia. Selama hidupnya Machiavelli banyak menghasilkan karya tulis, sehingga
dia ditempatkan dalam kelompok penulis prosa yang besar dari Italia.
3.
Pandangan Niccolo Machiavelli
3.1
Uraian atas Realitas Politik
Perjalanan
karier Niccolo Machiavelli sebagai seorang politikus bukanlah hal yang mudah,
tetapi merupakan proses panjang penuh perjuangan. Machiavelli banyak mengamati
dan mempelajari relitas politik bangsa-bangsa dan ia berpendapat bahwa profil
seorang pemimpin bangsa merupakan wajah realitas politik saat itu.
Praktik-praktik kekuasaan yang pernah terjadi di masa silam akan diulang dan
diterapkan dengan cara yang hampir sama di masa mendatang. Pernyataan ini
bernada ramalan. Bagaimanakah kebenarannya?
Sejarah
mencatat bahwa Nicolo Machiavelli adalah tokoh politik yang spontan dan keras dalam
menyatakan pandangan-pandangan dan praktek politiknya. Machiavelli bahkan
dikenal sebagai seorang diktator.[4] Tulisan-tulisannya
menyebutkan bahwa kehidupan politik itu ditandai oleh adanya semacam anarki
kekuasaan. Anarki kekuasaan yang dimaksud tampak nyata dalam tingkah laku para
pengusa yang memperebutkan kekuasaan. Jika diperlukan, tindakan kekerasan dan
kekuatan boleh digunakan untuk memepertahankan kekuasaan. Para penguasa
hendaknya juga bisa memperluas ruang kekuasaannya ke segala bidang kehidupan
supaya kekuasaannya tetap bertahan sebelum hancur karena rezim pengganti yang
baru.[5]
Pandangan
lain Niccolo Machiavelli adalah tentang permainan politik. Machiavelli melihat
adanya permainan-permainan politik dalam tubuh negara (dalam negeri). Permainan
politik yang ada memperlihatkan bahwa rakyat ternyata mudah dibohongi dan
dimanipulasi. Machiavelli melihat bahwa rakyat cenderung mudah diyakinkan oleh
apa yang mereka lihat dan saksikan secara langsung. Maka, penampilan yang
menarik dan persuatif perlu dimiliki oleh seorang penguasa untuk menarik
simpati dan dukungan rakyat.
3.2 Politik dan Moralitas
Tulisan-tulisan Niccolo
Machiavelli dalam Sang Penguasa memberi
pemahaman dan gambaran mengenai persoalan kekuasaan. Inti dari setiap persoalan
kekuasaan adalah bagaimana menciptakan kekuasaan yang stabil dan lestari.
Penguasa bukanlah pengemban keutamaan-keutamaan
moral. Kekejaman dapat dimanfaatkan dan dipraktikkan oleh seorang penguasa
dalam situasi yang mendesak, atau dalam tuntutan situasi suatu wilayah yang
harus diatasi dan diselesaikan.[6]
Bagi seorang Niccolo
Machiavelli, moralitas dan politik merupakan dua bidang yang terpisah. Dalam
urusan politik, tidak ada tempat untuk membicarakan persoalan moral, sebab
tujuan dari sebuah tindakan politik sebenarnya adalah memperkuat dan memperluas
kekuasaan. Oleh karena itu, segala teknik pemanipulasian dukungan masyarakat
terhadap kekuasaan yang ada, bisa dibenarkan. Akhirnya, bidang politik tidak
perlu memperhatikan bidang moral.
3.3 Politik dan Agama
Situasi masa hidup Niccolo
Machiavelli diwarnai oleh berbagai perubahan, diantaranya adalah kemerosotan
moral. Kemerosotan moral itu merupakan benih-benih kehancuran bagi suatu
bangsa, terutama Italia saat itu. Kemerosotan moral yang dimaksud adalah
terjadinya banyak skandal moral yang dilakukan oleh pangeran-pangeran Gereja
pada masa itu. Skandal moral itu mempengaruhi situasi kehidupan umat beragama.
Para pemuka agama tidak memberi teladan yang baik kepada umatnya.
Kebobrokkan yang
terjadi itu membuat Niccolo Machiavelli menoleh ke masa silam. Alasan utamanya
ialah Machiavelli menginginkan reformasi dalam bidang religius. Sebagai
rujukan, Machiavelli menunjuk kekaisaran Romawi. Menurutnya, hal yang menarik
dari Kekaisaran Romawi adalah peranan agama kuno Romawi.[7] Dalam sejarah juga
tercatat bahwa agama-agama kuno Romawi beraliran teokrasi[8], seorang kaisar dipercaya
sebagai titisan dewa atau bahkan dewa.
Merujuk pada masa silam
itu, apa yang dibayangkan Machiavelli tentang reformasi religius adalah agama
harus menjadi sarana untuk meningkatkan semangat patriotis, dan mendukung lembaga-lembaga
publik. Lembaga-lembaga agama menjadi sarana untuk menjaga tata tertib yang
berlaku. Oleh karena itu, untuk mempertahankan keukasaan, agama harus tunduk
kepada negara.[9].
4. Pengaruh Paham
Machiavelli bagi Sebuah Pemerintahan
Niccolo Machiavelli
mengutarakan pahamnya yang sungguh sangat berbeda dengan paham para
filsuf-filsuf politik sebelumnnya yang berhubungan dengan pemerintahan dalam
suatu negara atau kerajaan. Para filsuf sebelumnya mengutarakan pahan mereka
tentang politik berdasarkan paradigma teokratik rasionalistik dan dipaparkan
dengan cara doktriner dan dogmatis. Machiavelli mengutarakan pahamnya dengan
mengangkat contoh-contah dalam pemerintahan Yonani-Romawi kuno dan dari fakta-fakta
yang ada dalam zaman yang ada pada saat dia hidup serta memaparkanya dengan
praktis dan realistis.[10]
Berdasarkan paham dari
Machiavelli ini banyak orang yang tidak setuju dengan pandapatnya bahwa itu
merupakan suatu filsafat yang berhubungan dengan politik, melainkan suatu
uraian yang lebih-lebih pada hal yang berbau diplomatis saja. Oleh karena itu beberapa
tokoh keberatan bahwa Machiavellli dijuluki dengan gelar Bapa Ilmu Politik. Mereka yang menentang Machiavelli juga
berpendapat bahwa karya-karyanya itu kurang ilmiah.[11]
Karya
Machiavelli yang berjudul Il Principe
yang ditulisnya berdasarkan sejarah purba, tetapi tidak mengaburkan
masalah-masalah pada situasi dan kondisi pada saat itu. Karyanya ini dicetak
pertama untuk umum pada tahun 1532, setelah lima tahun dia meninggal dunia.
Sebelum karyanya ini dicetak, sudah banyak karya tersebut yang dijiplak dalam
bentuk manuskrip. Dalam kurun waktu dua puluh lima tahun Machiavelli meninggal,
karya ini sudah diterbitkan sampai pada edisi ke dua puluh lima. Meskipun buku
ini sangat banyak diminati oleh kalangan umum, namun, atas paksaan inquisisi
konsili Trente, buku ini harus dimusnahkan, termasuk seluruh karya Machiavelli.
Karena pahamnya yang diterbitkan dalam karya-karyanya itu, dia dianggap sebagai
ateis, bukan saja oleh Gereja Katolik, namun juga bagi Gereja Reformasi. Atas
larangan ini, pada tahun 1559 seluruh karyanya telah masuk dalam daftar karya
yang tidak layak terbit dan dibaca oleh khalayak umum. Dia dituduh seorang yang
licik, curang, hipokrit, busuk dan tak bermoral. Di Inggris dia dianggap dan
disamakan dengan iblis. Berangkat dari hal itu, untuk menyebut iblis, setiap
orang populer dengan nama Machiavelli atau setan. Artinya nama Machavelli
dianggap sama dengan setan.[12]
Meskipun
paham Niccolo Machiavelli ini ditentang banyak kalangan, namun Rousseau dan
beberapa tokoh lainnya sangat setuju dengan Machiavelli dalam beberapa hal.
Sejak abad XIX nama baik dari Machiavelli mulai membaik dan dibeberapa negara
mulai menerapkan ajaran-ajaran atau paham Machiavelli, meskipun banyak juga
diktator terkenal yang menjadi penganut setia ajaran-ajaran Machiavelli yang
ditafsirkan secara keliru. Beberapa tokoh yang menganut ajaran Machiavelli yang
ditafsirkan dengan keliru ialah Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Benito
Mussolini. Sebenarnya, dalam surat Machiavelli kepada Francesco Vettori semua
tafsiran tokoh-tokoh tadi sungguh-sungguh keliru.[13]
Surat
tersebut ditulis dalam 26 bab yang diuraikan secara singkat. Secara garis besar
surat itu hanya mau menyampaikan bahwa Sang
Penguasa dalam kerajaan ataupun republik, harus memerintah dengan
sebaik-baiknya. Penguasa harus memerintah dengan arif dan memuaskan rakyatnya. Caranya
adalah penguasa harus melengkapi rakyat dengan persenjataan yang lengkap dan benteng
yang terbaik. Atas semua ini penguasa harus memerintah dengan sangat bijak.
Inilah yang inti dari surat yang dikirim Machiavelli untuk Francesco Vettori
yang sudah ditafsirkan oleh tokoh-tokoh diktator di atas.[14]
Sesungguhnya surat ini ditulisnya untuk mewujudkan
harapannya pada pemerintahan Italia. Machiavelli hanya ingin mempersatukan
Italia yang telah menjadi mimpinya saat dia masih menduduki kursi jabatanya
dalam pemerintahan Italia. Namun, karena pahamnya tersebut ditafsirkan secara
keliru, maka banyak kalangan yang menentang paham Machiavelli sehingga menjadi
dasar dari para diktator.[15]
5.
Relevansi Pandangan Machiaveli dengan Sistem Pemerintahan di Indonesia
Nicolo Machiaveli
merupakan seorang filsuf yang telah mencurahkan
perhatiannya mengenai negara dan agama.[16] Latar belakang
pemikirannya yakni mengembalikan kejayaan kebudayaan Romawi Kuno[17]. Pada zaman itu kaisar
adalah orang yaang ditakuti. Apa yang dikatakan oleh kasiar harus mendapat
perhatian dari kalangan istana dan rakyat. Kaisar diidentikkan dengan titisan
dewa. Oleh sebab itu menghormati kaisar merupakan penghormatan kepada dewa yang
menjelma dalam diri kaisar. Memang tidak separah zaman Romawi Kuno tetapi
mengarah ke sana.
Ia menguraikan
pandangannya mengenai fungsi agama. Fungsi pertama agama hanya bertugas untuk
menyatukan negara. Pandangannya ini bersifat pragmatis, hanya bersifat praktis
saja. Fungsi kedua agama adalah lembaga atau pranata sosial yang mengarah pada
hal-hal sekular. Dan yang terakhir, fungsi ketiga adalah negara harus menguasi
agama, seperti yang tampak pada zaman Romawi Kuno atau pada masa awal
orang-orang kristen sebelum kaisar
Konstantinus.
Negara berfungsi untuk
mengatur kehidupan sosial. Kaisar atau raja adalah pemimpin yang absolut. Ia
dapat bertindak menurut idealnya sendiri tanpa memberikan belas kasihan kepada
orang lain, demi kemajuan dan perkembangan negara. Dalam karyanya Il Principe, Machiavelli memberikan
perhatiannya pada manusia berkaitan dengan zaman renaisans[18]. Manusia bukanlah citra Allah yang paling sempurna, karena
dikendalikan oleh hawa nafsu. Hawa nafsu itu cendrung buruk, oleh sebab itu
diharapkan raja atau kaisar dapat mengarahkan rakyatnya supaya tidak jatuh ke
dalam hawa nafsu.
Kepentingan negara
adalah kepentingan yang harus diutamakan atas segala kepentingan pribadi dan
kelompok. Pemimpin boleh berbuat apa saja demi kepentingan negara tanpa
memperhitungkan ajaran moral dan agama. Ia diperbolehkan menindas rakyat.
Pemimpin dapat menghalalkan segala cara untuk mewujudkan ambisi pribadinya.
Tujuan umum adalah regione di stato, kesejahteraan
umum.[19] Namanya kesejahteraan
umum tetapi untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut sering sekali mengorbankan
orang lain, moral dan hukum serta politik.
Sewenang-wenang dan
otoriter adalah kata kunci terhadap pandangannya[20]. Tidak ada yang dapat
menghentikan raja, karena rajalah yang terkuat. Ambisinya harus dilaksanakan.
Walaupun menuntut pengorbanan sekalipun nyawa bagi orang yang melakukannya.
Kemungkinan para pemimpin di berbagai negara menganut pandangannya karena ingin
bertindak sesuka hati secara absolut.
Apabila kita
mengkaitkan pandangan Nicolo Machiaveli dengan situasi di negara kita ini,
yakni mengenai kehidupan beragama dan pemerintahan terdapat persamaan dan
perbedaannya. Kita dapat membaginya dalam dua priode:
5.1 Masa Prsiden Soekarno[21]
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno posisi negara
sangat lemah dibandingkan dengan posisi agama, khususnya agama Islam. Negara
yang baru merdeka masih bimbang akan arah dan tindakan mana yang harus
dilakukan ditambah lagi dengan tekanan yang datang dari luar. Praktis agama Islam yang juga membentuk suatu partai
disebut SI (Serikat Islam)[22], merongrong pemerintahan
yang masih labil. Di bawah pimpinan Kartosoewirjo, mereka ingin melepaskan diri
dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jika kita lihat situasi pada
zaman pemerintahan presiden Soekarno bertentangan dengan pokok pemikiran yang
diutarakan oleh Machiaveli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar