Sabtu, 26 Mei 2012

Niccolo Machiavelli dalam Dunia Politik Oleh: Jani Anwar




I. Pengantar
            Kehidupan politik satu negara pasti bertujuan untuk selalu mensejahterakan dan menjamin hidup rakyatnya ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan ini negara tersebut akan mengusahakan satu upaya dengan cara dan dasar untuk bertindak. Satu cara yang ditempuh kadang kala mengikuti atau melihat gaya politik negara yang lain yang sukses dengan cara memerintah mereka. Cara atau sistem itu akan diterapkan sebagian atau seluruhnya di satu negara dengan situasi dan kondisi yang sesuai dengan negara tersebut.
Dasar atau gaya politik yang dipakai secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang penting yang ada dalam negara tersebut, yakni salah satunya adalah budaya yang khas di negara itu. Gaya berpolitik harus sesuai dengan itu. Inilah yang mau diangkat Machiavelli. Menurutnya gaya politik itu tidak melulu berdiri sendiri tanpa dapat disentuh. Meskipun politik dapat dipengaruhi, tapi dasar dari politik itu harus tetap tampak sebagai dasar dari berpolitik. Dia ingin mengubah sistem politik yang lama yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan harus diganti dengan pola yang baru dan lebih mapan. Ini terjadi di negaranya waktu ia masih hidup. Inilah yang mendasari Machiavelli mengemukakan pemikirannya dalam dunia politik dia mengharapkan dengan apa yang dia kemuk akan dapat membawa dunia politik kearah yang lebih baik.
             
II. Riwayat Hidup
            Niccolo Machiavelli lahir pada tanggal 3 Mei 1469 di kota Florence, Italia, pada masa pemerintahan Lorenzo Agung. Ia adalah putra seorang ahli hukum dan bangsawan Toskan.[1] Machiavelli tumbuh dan berkembang menjadi seorang politikus, yang bertolak belakang dengan harapan ayah dan ibunya. Ayahnya mempunyai harapan, agar Machiavelli menjadi seorang teknokrat,[2] sedangkan ibunya mengharapkannya menjadi seorang Imam. Namun, dia tampil sangat berbeda dari harapan kedua orang tuanya itu. Dia dikenal sebagai seorang politikus dengan ide-ide yang konkret, praktis, dan peka terhadap prioritas-prioritas tindakan.[3] Machiavelli mulai dikenal oleh publik ketika masa pemerintahan Soderini. Pada tahun 1512, negara Florence kembali dikuasai oleh keluarga Medici Lorence dan pada masa itu Machiavelli disingkirkan. Pada tahun 1527, Machiavelli meninggal dunia dengan meninggalkan istrinya Marietta Corsini dan keenam anaknya. Dia juga meninggalkan paham-pahannya tentang politik yang luar biasa. Machaiavelli tempatkan dalam kelompok penulis prosa yang besar dari Italia.

III. Pandangan Niccolo Machiavelli
a. Uraian atas Realitas Politik
            Hidup Niccolo Machiavelli sebagai seorang politikus penuh dengan perjuangan dan tantangan yang panjang. Dia banyak mempelajari kehidupan politik di berbagai bangsa dan negara dan sosok para pemimpin negara itu dalam berpolitik. Dia berpendapat bahwa ternyata gambaran dari satu negara tercermin dari hidup politik negaranya.
            Machiavelli mengemukakan gagasanya dengan spontan dan keras. Dia menyampaikan buah pemikirannya atas politik dan cara pelaksanaan politik tersebut. Dari gagasannya itu Machiavelli mulai tidak disukai dan dianggap sebagai seorang diktator.[4] Isi dari gagasannya yang tertulis, mengatakan bahwa dalam dinamika politik terdapat bentuk seperti anarki kekuasaan. Hal itu ditemukan ketika terjadi perebutan kekuasaan dalam satu negara yang menghalalkan segala cara, baik itu cara kekerasan. Para penguasa juga bisa memperluas kekuasaannya ke segala bidang supaya kekuasaannya tetap bertahan sebelum hancur karena rezim pengganti yang baru.[5] Dalam tindakan ini Machiavelli melihat adanya permainan politik oleh pemimpin dan orang yang berkuasa dalam satu negara, sehingga rakyat mudah dibohongi dan dimanipulasi.

b. Politik dan Moralitas
Dalam karyanya Sang Penguasa, Machiavelli menyatakan bahwa dalam diri seorang pemimpin nilai-nilai moral susuh ditemukan. Bagi mereka nilai moral tidak terlalu penting. Yang penting ialah menjaga dan menciptakan kekuatan kekuasaan yang stabil dan bertahan. Dengan ini para penguasa politik sering berindak dengan kekerasan dan cara yang kejam dalam keadaan yang mendesak demi mempertahankan wilayah kekuasaannya dan masalah yang harus diselesaikan.[6]

c. Politik dan Agama
            Situasi negara yang dirasakan Machiavelli mengalami banyak perubahan antaralain, kemerosotan moral. Hal inilah yang merasuki segala bidang dalam kehidupan yang menjadi cikal bakal kehancuran dalam satu negara. Ini jugalah yang dialami dan dirasakan Machiavelli terutama di negaranya sendiri di Italia. Masalah moral ini tidak saja terjadi dalam kalangan para penguasa politik negara, tapi juga berakar dalam tubuh Gereja saat itu.
            Kejadian dilihat oleh Machiavelli sebagai satu hal yang sudah terjadi di masa silam dan terulang lagi saat itu. Agama yang dipengaruhi oleh pemerintah. Dalam kekaisaran Romawi salah satu yang berperan penting adalah agama kuno Romawi.[7] Dalam sejarah tercatat bahwa agama-agama kuno Romawi beraliran teokrasi,[8] yang menganggap seorang kaisar sebagai titisan dewa. Paham kuno inilah yang hendak direformasi oleh Machiavelli.
Machiavelli mengharapkan dengan reformasi religius itu, agama menjadi sarana untuk meningkatkan semangat patriotis, menjaga tata tertib dan menjadi pendukung lembaga-lembaga politik. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kekuasaan, agama harus tunduk kepada negara.[9]

IV. Sumbangan Paham Machiavelli bagi Sebuah Pemerintahan.
Gagasan Niccolo Machiavelli dipaparkan dengan cara yang berbeda dari para filsuf sebelumnya yang menyampaikan paham tentang politik berdasarkan paradigma teokratik rasionalistik dan dipaparkan dengan cara doktriner dan dogmatis. Dia menyampaikan pahamnya berdasarkan contoh-contah dalam pemerintahan Yonani-Romawi kuno dan dari fakta-fakta yang ada dalam zaman yang ada pada saat dia hidup serta memaparkanya dengan praktis dan realistis. Hal itulah yang dikehendaki oleh Machiavelli terjadi dalam setiap pemerintahan di setiap negara demi tujuan kesejahteraan rakyat.[10]
Tapi, pendapat Machiavelli tidak diterima sebagai satu filsafat politik, hal itu lebih cenderung pada hal yang berkaitan dengan diplomatis saja. Oleh karena itu gelar yang dikenakan kepadanya sebagai “bapa ilmu politik” ditolak oleh beberapa tokoh. Alasan lain untuk menentang Machiavelli ialah bahwa karya-karyanya itu kurang ilmiah.[11] Karya Machiavelli yang berjudul Il Principe, serta seluruh karyanya yang lain dimusnahkan atas perintah Inquisisi konsili trente, dia juga dianggap sebagai atheis oleh gereja katolik dan gereja reformasi. Selain itu dia juga dituduh sebagai seorang yang licik, curang, hipokrit, busuk dan tak bermoral.[12]
            Pada abad XIX nama baik dari Machiavelli mulai dipulihkan, ajaran-ajarannya mulai diterapkan oleh beberapa negara. Beberapa pemikiran yang dikemukakan Machiavelli mulai dipakai beberapa tokoh. Gagasannya diterima oleh Rousseau dan beberapa tokoh lainnya, namun ada juga diktator terkenal dan beberapa tokoh yang menganut ajaran Machiavelli. Para diktator ini salah dan keliru menafsirkan gagasan dari Machiavelli. Beberapa tokoh itu ialah Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Benito Mussolini. Dalam surat Machiavelli kepada Francesco Vettori dibuktikan bahwa semua tafsiran mereka keliru.[13]

V. Relevansi Pandangan Machiavelli dengan Sistem Pemerintahan di Indonesia.
            Nicolo Machiavelli memberikan gagasannya demi perubahan dan perkembangan negara dan agama.[14] Latar belakang pemikirannya yakni mengembalikan kejayaan kehidupan Romawi kuno.[15] Menurut Machiavelli ada tiga fungsi dari agama yaitu, menyatukan negara, sebagai lembaga sosial yang mengarah pada hal-hal sekuler, dan fungsi yang ketiga agama harus berada dibawah kuasa negara seperti pada zaman  Romawi Kuno. Dalam kaitannya dengan manusia, karyanya Il Principe, manusia dihubungkan  dengan zaman renaisans.[16] Dalam pemerintahan Romawi Kuno kaisar dianggap sebagai titisan dewa yang mengatur hidup riligius dan kuasa pemerintahan.  Di sini kaisar berperan menuntun manusia kearah yang jauh dari kehendak sendiri yang penuh dengan nafsu pribadi.
            Dalam mewujudkan tujuan negara, yakni kesejahteraan dan hidup rukun rakyat, kadang para pemimpin sering menempuh jalan yang kurang tepat. Jalan yang dipakai sering menggunakan jalan alternaif yang merugikan banyak hal. Alasan kesejahteraan itu sering mengorbankan moral, hukum yang tidak diindahkan, dan masyarakat sendiri. Tujuan umum adalah region di stato, kesejahteraan umum.[17] Kehendak para penguasa untuk tetap berada dalam tampuk kekuasaan dapat menghalalkan segala cara demi kekuasaan tersebut. Tujuan negara untuk kesejahteraan itu kadang sudah menjadi kabur karena tujuan lain dari penguasa, yakni kekuasaan itu sendiri. Sewenang-wenang dan otoriter adalah kata kunci terhadap pandangannya.[18]
Paham dan gagasan Machiavelli di negara Indonesia ini kurang lebih terdapar persamaan dan perbedaan dalam sistem politik yang dipakai pemerintah. Gagasan itu sudah dimulai dari sejah awa priode pemerintahan di Indonesia dan sampai priode ini. Periode pertama pada masa pemerintahan Soekarno. Seperti dalam kekaisaran romawi pada abad-abad pertengahan agama memiliki peran yang besar dalam tubuh pemerintahan. Sama halnya dalam pemerintahan Soekarno. Pada masa ini agama memiliki peran besar dalam pemerintahan.  Kekuatan agama lebih tinggi dibandingkan dengan negara, khususnya agama islam. Secara tidak langsung hal itu tidak tampak begitu saja, tapi sistem politik negara sungguh kental oleh agama tersebut. Satu bentuk kekuatan dari pihak agama yang berpengaruh yakni agama Islam membentuk suatu partai disebut SI (Serikat Islam).[19] Kekuatan dari partai ini sengat berpengaruh dalam pemerintahan Indonesia. Hal inilah yang ditentang oleh Machiavelli bahwa ada hal yang mempengaruhi sistem politik seperti agama tersebut.


VI. Penutup
            Tujuan satu negara atau kerajaan selalu ingin meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Untuk menempuh atau mencapai tujuan itu negara mesti mempunyai satu cara atau sistem yang baik dan sesuai dengan kehidupan serta budaya rakyatnya sendiri. Cara negara dalam bertindak itu dikenal dengan satu sistem politik yang dijalankan oleh para penguasa negara atau pemimpin negra. Politik itu selalu berubah dalam perkembangan zaman sesuai dengan tuntutanya. Apa yang kurang dalam masa yang silam harus diperbaharui dalam zaman yang sekarang, serta juga dengan melihat nilai-nilai lain yang tidak bisa dikorbankan begitu saja.
Machiavelli mengemukakan gagasannya tentang politik ketika dia melihat negaranya sudah tidak cocok dengan sistem politik yang ada saat itu. Politik itu harus diperbaharui dengan kembali mempertimbangkan kenyataan-kenyatan yang ada sebagai dasar untuk bertindak atau dasar politik untuk meningkatkan tujuan negrara itu. Dia mengemuakan pahamnya dengan harapan dan tujuan membawa negara yang berada dalam situasi politik yang kacau kepada satu negara yang damai dan sehjahtera. Namun, pahamnya itu dalam perjalanan waktu ditafsir oleh orang-orang yang hanya haus oleh kekuasaan secara tidak benar. Paham Machiavelli menjadi alasan dari ketamakan mereka, padahal itu sangat keliru.
Paham yang ditafsir secara keliru itu sempai saat ini masih dapat kita lihat dalam perjalanan hidup politik beberapa negara. Tapi, dengan mengerti paham yang sebenernya yang dimaksudkan Machiavelli diharapkan kita bisa sampai pada satu cara memerintah yang baik dan benar dan dapat melihat cara mana yang tidak benar dalam tindakan politik yang selalu beralasan kesejahteraan rakyat. Pahamnya yang luar biasa itu masih dipakai oleh para peminpin negara di dunia ini sampai sekarang. 

 


Daftar Pustaka


Burt, L. A. (ed.), Niccolo Machiavelli; Sang Penguasa (judul asli: Il Principe), diterjemahkan oleh C. Woekirsari. Jakarta: PT. Gramedia, 1987.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Forum Keadilan Edisi Khusus 50 Tahun Indonesia Merdeka. Agustus 1995.
Hardiman, F. Budi.  Fisafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Garamedia Pustaka Utama, 2004.  
Rapar, J.H., Filsafat Politik Machiavelli.Jakarta: Rajawali Pers, 1990.
Hujibers, Theo, Filsafat Hukum dan Modern dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Majalah Tempo.  Tjokroaminoto. Edisi 15-21Agustus 2001.


[1]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm.16.
[2] Teknokrat adalah cendekiawan yang berkiprah dalam dunia pemerintahan. [Lihat Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid III (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),hlm.1158.
[3] L. A. Burt (ed.), Niccolo Machiavelli; Sang Penguasa (judul asli: Il Principe), diterjemahkan oleh C. Woekirsari (Jakarta: PT. Gramedia, 1987), hlm. xix.
[4]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm.15.
[5]L. A. Burt (ed.), Niccolo Machiavelli: Sang Penguasa (judul asli: IlPrincipe), diterjemahkan oleh C. Woekirsari (Jakarta: PT Gramedia, 1987), hlm.xix.
[6]L. A. Burt (ed), Niccolo Machiavelli…, hlm. xxxi.
[7]Agama kuno Romawi adalah agama yang memuliakan tindakan manusia. Agama kuno itu berpihak pada manusia yang penuh aksi. [Lihat L. A. Burt (ed.), Niccolo…,hlm. xxxvi.
[8]Teokrasi adalah cara memerintah negara berdasarkan kepercayaan bahwa Tuhan langsung memerintah negara, hokum negara yang berlaku adalah hokum Tuhan, pemerintahan dipegang oleh ulama atau organisasi keagamaan. [Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, hlm. 1177.]
[9]L. A. Burt (ed), Niccolo Machiavelli…, hlm. xxxvii.
[10] J.H. Rapar, Filsafat Politik Machiavelli, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm. 2.
[11]J. H. Rapar, Filsafat Politik…, hlm. 2.
[12]J. H. Rapar, Filsafat Politik…, hlm. 24.
[13]J. H. Rapar, Filsafat Politik…, hlm. 25.
[14]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm. 15.
[15]A. Gunawan Setiardja, dialektika Hukum dan Moral Dalam pembangunan Masyarakat Indonesia (Jakarta: Kanisius Dan BPK Gunung Mulia, 1990), hlm. 26.
[16]Renaisans adalah masa peralihan dari abad pertengan ke abad modern di Eropa (abad ke-14-ke-17) yang ditandai oleh perhatian kembali kepada kesussastraan klasik, berkembangnya kesenian dan kesussastraan baru, dan tumbuhnya ilmu pengetahuan modern [Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, hlm946].
[17]Theo Hujibers, Filsafat Hukum dan Modern dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm.
[18]A. Gunawan Setiardja, Dialektika…,hlm 26.
[19]Tempo, Tjokroaminoto, (Edisi 15-21 Agustus 2001), hlm. 70.

2 komentar:

  1. Salam saya telah share artikel ini di dalam www.sysalqradio.com sebagai tatapan umum sambil merujuk nama Tuan sebagai penulisnya. Diharap mendapat restu Tuan.

    BalasHapus
  2. Blog yang menarik, mengingatkan saya akan Niccolo Machiavelli (imajiner), “Machiavellianism” adalah istilah negatif yang digunakan secara luas untuk menggambarkan politikus tak bermoral seperti gambaran Niccolo yang masyur di buku “The Prince.
    Saya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/02/wawancara-dengan-niccolo.html.

    BalasHapus