A.
Pendahuluan
Erik H Erikson adalah seorang
psikolog yang lahir di Amerika. Dia adalah seorang pemikir yang betul-betul
kreatif, baik dalam ilmu psikologi, maupun pemahamannya tentang manusia. Salah
satu karya Erikson yang paling terkenal dalam dunia sekarang ini adalah
”Identitas vs Krisis Identitas” para kaum muda (remaja), yang menyebabkan
ketegangan dalam keluarga[1].
Dari teori yang telah diberikan Erikson ini, telah dikemukakan bagaimana
keluarga itu mengarahkan dan menanggulangi anak mereka yang sukar menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Dalam
perjalanan hidup ada beberapa tahap perkembangan yang sangat mempengaruhi hidup
manusia. Oleh Erikson tahap ini dibagi menjadi delapan tahap. Tahap-tahap
perkembangan ini sudah dimulai sejak manusia lahir. Erikson mengungkapkan tahap-tahap perkembangan ini,
supaya menusia dapat menentukan identitas dalam setiap tahapan perkembangannya.
Dari delapan tahap perkembangan yang
dikemukakan Erikson itu, dalam tulisan ini kami membahas tahap yang ke-5, yaitu
“Identitas vs Krisis Identitas”. Tulisan
ini membahas perkembangan pada tahap remaja. Kami membahas tahap ini karena
melihat pada saat ini banyak remaja yang belum bisa mengenal dirinya sendiri,
terutama untuk menentukan identitasnya sendiri.
Untuk memperteguh teori yang
dikemukakan oleh Erikson ini, kami juga melakukan penelitian terhadap beberapa
remaja. Penelitian ini kami lakukan untuk menjadi bahan perbandingan dari apa
yang kami pelajari dari teori Erikson
ini.
B.
Identitas Vs Krisis Identitas
Identitas vs Kebingungan merupakan tahap ke-5 dari 8 teori
perkembangan rentang hidup Erikson yang dialami oleh remaja. Dalam tahap ini
remaja berusaha menemukan identitasnya. Setiap remaja diharapkan mampu untuk
menjalani dan mengalami seluruh proses pencarian identitas diri, supaya mereka
dapat berkembang dengan baik.
Cara
untuk menemukan identitas diri adalah dengan cara mengoleksi segala pengetahuan
dan pengalaman yang telah dialami, sehingga remaja dapat menyatukan pengetahuan
dan pengalaman tersebut menjadi ciri khasnya. Remaja akan sering mempertanyakan
dirinya dan apa pandangan orang terhadapnya. Atau dia sendiri yang bertanya
pada dirinya atas pertanyaan itu.
C.
Faktor yang membentuk Identitas
1. Identifikasi
Remaja
diharapkan mampu mengidentifikasikan cara hidupnya, karena pada masa ini remaja
akan cenderung memilih cara hidup yang menurutnya cocok. Remaja akan berusaha
untuk mengurangi ikatan emosional terhadap orang tuanya. Dalam hal ini remaja
akan merenovasi cara hidup yang telah diwariskan oleh orang tuanya.
Makin tinggi taraf kehidupan suatu
masyarakat, makin tinggi tuntutan bagi remaja.[2]
Hal ini berarti bahwa proses identifikasi setiap remaja akan selalu dipengaruhi
oleh lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang mengantar remaja pada pemahaman
akan pentingnya identifikasi. Remaja akan berhadapan dengan realitas yang sama
sekali baru bagi dirinya. Oleh karena itu, remaja harus mampu menemukan identitasnya
tersebut.
Remaja akan mampu membuat identifikasi
apabila ia melakukan eksplorasi. Inilah sebabnya mengapa remaja perlu diberi
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya. Namun, untuk membuat suatu
identifikasi remaja harus memiliki relasi dengan orang lain, maka dari itu
remaja perlu penuntun.
Salah satu
faktor penting untuk menemukan identitas adalah tokoh-tokoh idola. Jika remaja
sulit menemukan tokoh untuk dijadikan model identifikasi, maka masalah akan
timbul dalam menemukan identitas tersebut. Remaja yang kurang berekspresi akan
bingung untuk menemukan identitasnya. Remaja yang seperti ini akan kurang
terlibat dalam kehidupan masyarakat dan cendrung menyendiri.
2. Eksperimentasi
Proses pembentukan
identitas remaja bermula dari keluarganya sendiri, dan terutama adalah ibu,
dimana keduanya saling mengakui serta mengarahkan anak tersebut ke dalam tahap
pengenalan identitas. Akan tetapi, sebelum sampai ke dalam pembentukan
identitas yang matang (dewasa), proses pembentukan identitas ini harus melalui
berbagai tahap yang harus dia perhatikan terutama dalam pembentukan identitas
ini. Dan salah satunya ialah eksperimentasi,
artinya dorongan untuk meniru sikap atau perilaku orang lain, misalnya sikap
ayah, ibu, kakaknya, dan juga gurunya sendiri.[3]
Proses pembentukan identitas ini muncul sebagai suatu
konfigurasi yang akan berkembang anak secara berturut-turut. Hal ini merupakan
suatu tanda yang secara perlahan-lahan mengintegrasikan segala kebutuhan kepada
ibunya sebagai pembentuk awal dari identitasnya.
Aspek ini memiliki suatu peranan yang sangat penting dalam
pembentukan identitas remaja. Pertumbuhan identitas ini menjadi suatu proses
yang pada dasarnya secara perlahan-lahan terjadi dalam diri remaja. Salah satu
bentuk yang dapat dihasilkan remaja dalam dirinya ialah bentuk atau susunan
yang baru, yaitu identitasnya sendiri.[4]
Akhirnya pembentukan identitas bermula pada saat
ekperemintasi tidak berguna lagi, karena identitas yang baru telah muncul
setelah berbagai macam bentuk masalah yang dilalui, artinya dari integrasi yang
lama ke dalam suatu susunan yang baru. Dan juga pembentukan identitas ini
bermula pada masa adolesensi, karena identitas tidak pernah menjadi suatu yang
tetap, tetapi bersifat dinamis dalam arti, identitas yang sudah dibentuk tersebut
dapat juga berubah-ubah selama individu tersebut masih hidup.
D.
Faktor penting dalam perkembangan Identitas anak
Beberapa
faktor yang penting dalam perkembangan Identitas remaja.
a. Percaya Diri
Keperpercayaan
diri yang sudah dibentuk pada tahun pertama, yang diperoleh dari orang yang
mengasuh dan memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal ini peran ibu sangat penting
untuk membina kualitas hubungan yang dekat dengan anak, sehingga anak merasa
aman dan kerasan. Setelah itu, peran masyarakat juga sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan anak tersebut, di antaranya dengan menerima anak itu dalam
pergaulan dan memperoleh pengakuan dari masyarakat. Pada masa ini remaja percaya pada
kemampuannya sendiri dan menganggap dirinya cukup dipercaya. Ditambah dengan
adanya pengakuan dan penerimaan dari masayarakat, maka kepercayaan diri ini
akan semakin teguh. Anak yang kurang diberi perhatian dan kurang diterima pada masa remaja akan mengalami krisis, yakni
menarik diri dari kontak sosial, merasa kehilangan kepercayaan dan merasa
ditinggalkan.
b. Sikap berdiri sendiri
Sikap berdiri sendiri diperoleh pada tahap ke dua dan
ketiga dalam tahap perkembangan Erikson, remaja mulai mengenal dan menjelajahi
lingkungannya. Anak yang dalam lingkungannya kurang diberi kesempatan untuk
berdiri sendiri akan mengalami kebimbangan dan malu, sehingga pada masa remaja
ia akan mengalami krisis di mana ia merasa masih terikat dengan orang tua
mereka.
c. Keadaan keluarga dan lingkungan
yang harmonis
Keadaan keluarga yang harmonis, khususnya suasana yang baik
antara anak dan orang tua. Remaja selalu berusaha mencari tokoh identifikasi
dan orang tua menjadi tokoh pertama yang mereka temukan. Hubungan dalam
keluarga yang kurang baik atau kurang harmonis sangat mempengaruhi pembentukan
identitas remaja, karena remaja akan merasa minder, menutup diri, dan kurang
mendapatkan nilai-nilai positif dari orang yang setiap harinya bersama mereka.
Dari pendapat Erikson identitas juga bersifat psikososial,
karena identitas itu merupakan kesatuan batin dengan tujuan masyarakat atau
cita-cita masyarakat. Maka proses perkembangan identitas ini dipengaruhi juga
oleh sosial dan budaya di lingkungannya. Relasi yang harmonis dengan lingkungan
ini akan membawa perkembangan identitas seseorang pada hal yang positif. Dalam
hal ini kita tidak lupa bahwa keharmonisan ini dapat terjadi karena adanya
kesamaan dalam tujuan.[5]
Dalam hal ini yang sangat
berpengaruh ialah identitas dari masyarakat atau lingkungan sekitarnya. Namun
jika dalam lingkungan ini kesamaan tujuan itu tidak bersatu, di sinilah remaja
dapat kehilangan identitasnya.
d. Taraf intelektual
Taraf intelektual remaja itu adalah salah satu aspek untuk
menentukan bagaimana keterlibatan mereka dalam lingkungan. Pada masa remaja
mereka cenderung beradu pendapat untuk menguji kemampuan berpikirnya. Remaja
mulai bersikap kritis dan tidak mau menerima begitu saja segala perintah dan
pendapat dari orang tua ataupun orang lain. Mereka selalu ingin tahu alasan
mengapa itu diperintahkan atau dilarang. Tidak jarang karena sikap egosentris,
remaja kurang mempertimbangkan pendapat orang lain, dan membantah dengan
terang-terangan pendapat yang mereka anggap kurang tepat bagi mereka.
E. Penutup
Dari kedelapan
teori perkembangan Erikson, sebenarnya ingin mengungkapkan perkembangan yang
dialami setiap orang dalam hidupnya mulai dari bayi sampai akhir hayatnya.
Teori ini juga memberi suatu pemahaman baru, bahwa identitas yang dimiliki
manusia itu tidaklah tetap, tetapi dapat berubah selama dia masih hidup.
Setelah membahas
teori Erikson mengenai ”Identitas vs
Krisis Identitas”, kami juga membuat bahan perbandingan dengan mengadakan
penelitian kepada beberapa remaja seperti yang dibahas Erikson dalam tahap ini.
Dari hasil penelitian tersebut, kami mendapat hasil yang sama dengan apa yang
dikemukakan Erikson sendiri, terutama dalam hal identifikasi dan
eksperimentasi. Sebagian remaja yang kami wawancarai mengungkapkan bahwa dalam
menentukan identitasnya, sebagian besar dipengaruhi oleh orang-orang yang
diidolakannya. Dan untuk menentukan identitas itu tampak dari ungkapan mereka,
bahwa dukungan dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya juga turut
mempengaruhi mereka dalam menentukan identitasnya.
Daftar Pustaka
Erik H. Erikson. Identitas dan siklus hidup manusia.
Jakarta: Gramedia, 1989.
Fauji H. Ahmad. Psikologi umum. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Gunarsa D.
Singgih dan Ny. Singgih. Perkembangan
anak dan remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1983.
[1] Erik H. Erikson, Identitas dan
Siklus Hidup Manusia (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm.3.
[3] Drs. H. Ahmad Fauji, Psikologi
Umum (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hlm.165.
[4] Erik H. Erikson, Identitas dan
Siklus hidup Manusia (Jakarta: Gramedis, 1989), hlm.187.
[5] Erik H. Erikson, Identitas dan
Siklus hidup Manusia (Jakarta: Gramedis, 1989), hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar